Dia juga perihatin dengan banyaknya kiriman gambar porno melalui gadget. Contohnya, lewat grup whatsapp. Dengan gampang mengirim gambar. Jika ada yang komplain atau tidak setuju, malah diminta keluar grup. ”Gambar itu malah dijadikan bahan lelucon,” kata dia. Menurut dia, gambar itu tidak bisa dijadikan bahan guyonan. Apalagi jika gambar seperti itu dikonsumsi anak kecil, maka akan berdampak buruk.
Jadi, orang dewasa juga harus dampak buruk itu. Mereka harus melindungi anak-anak dari gambar porno yang sekarang berseliweran lewat media sosial (medsos).
Juru Bicara Presiden Johan Budi menyatakan bahwa sikap Presiden Joko Widodo jelas dalam menangani predator seksual anak. ’’Poin penting yang disampaikan adalah, bahwa kejahatan seksual kepada anak-anak itu sudah dikategorikan sebagai extraordinary crime,’’ ujar Johan di kompleks Istana Kepresidenan kemarin (12/5).
Dengan demikian, predator seksual anak sudah disamakan dengan pelaku extraordinary crime lainnya, seperti teroris, bandar narkoba, dan koruptor. Dalam penanganan pelaku, harus timbul deterrence effect (efek jera) sehingga kejahatan tidak terulang oleh pelaku yang sama atau lainnya.
Presiden juga memberikan perhatian khusus dalam hal penanganan korban. Harus ada langkah-langkah yang lebih baik dalam hal pencegahan, termasuk bagaimana melindungi dan mengadvokasi korban pelecehan atau kekerasan seksual. kedua poin utama itu saat ini sedang dibahas pasal per pasal di kementerian teknis sebelum diserahkan kepada Presiden untuk di-review.
Johan menuturkan, sebenarnya pemerintah sudah memiliki UU nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan anak. Apabila hendak merevisi, tahapannya panjang. Termasuk di antaranya melibatkan DPR dengan segala proses yang harus dilalui.
Di sisi lain, Presiden memandang kejadian-kejadian yang menimpa anak-anak harus segera mendapatkan solusi. Karena itu, dipilihlah Perppu. ’’Sebenarnya perppu ini kan tujuannya ”merevisi” Undang-Undang Perlindungan Anak yang sudah ada,’’ lanjut mantan pimpinan KPK itu.
Johan mengingatkan, untuk poin-poin hukuman seperti kebiri dan lainnya, itu sifatnya adalah tambahan. Hukuman utamanya tetap pemenjaraan. Digunakan atau tidak hukuman tambahan tersebut, sepenuhnya kewenangan hakim. Pemerintah hanya memberikan payung hukum seandainya hendak diberikan. ’’Itu seperti misalnya terpidana korupsi dihilangkan hak politiknya, itu kan hukuman tambahan,’’ tutupnya.