25 Kios Peuyeum Gulung Tikar

bandungekspres.co.id, CIPATAT – Harga bahan baku dan biaya yang terus naik membuat sebagian pengusaha peuyeum Bandung di Kecamatan Cipatat terpaksa berhenti berjualan. Sebanyak 25 dari 50 kios peuyeum di kecamatan tersebut akhirnya gulung tikar.

Menurut salah seorang pedagang, Soleh, 40, harga singkong selama dua bulan terakhir terus melonjak tinggi. Ini akbibat petani belum panen singkong.

”Biasanya, harga singkong Rp 2 ribu per kilogram di daerah Cipatat. Kalau sekarang mencapai Rp 6 ribu per kilogramnya,” kata Soleh kepada Bandung Ekspres ditemui di kiosnya belum lama ini.

Diakui olehnya, harga yang mahal tidak disertai dengan kualitas singkong yang baik. Rata-rata singkong yang didapat masih sangat muda. Biasanya singkong yang dibuat peuyeum berusia 10 bulan. Kalau sekarang hanya berusia tujuh bulan.

Usia singkong yang muda, akan menyebabkan kurang baik pada kondisi peuyeum. Sehingga, kebanyakan para pemilik tidak membeli singkong di sekitar Bandung Barat. Bahkan, pihaknya membeli singkong harus ke daerah Cianjur dan Kabupaten Bandung.

”Membeli singkong ke daerah lain cukup mahal karena biaya ongkosnya juga cukup mahal,” ucapnya.

Hal ini dikeluhkan para pemilik kiosyang kesulitan mendapatkan tambahan dana. Diakui olehnya, tidak sedikit pemilik kios meminjam uang kepada rentenir di sekitar.

”Gimana lagi, tambahan dana usaha dari pemerintah daerah nggak ada. Jadinya kita terpaksa pinjam ke rentenir,” ungkapnya.

Sementara menurut salah seorang petani singkong, Udin, 50, panen singkong harusnya bulan ini. Tapi karena tahun lalu kemarau panjang, sehingga para petani terpaksa memundurkan menanam singkong. ”Jadinya kita panen bulan Syawal nanti, terus petani juga terpaksa menjual singkong muda,” ungkapnya.

Karena kebutuhan juga para petani juga, terpaksa menjual singkong yang muda. Pihaknya tidak bisa melarang para petani menjual singkong muda. ”Kebanyakan menjual kepada para pengepul, sebagian lagi menjual keliling kecamatan atau kelurahan,” ucapnya.

Kemarau panjang lalu diakui olehnya, sangat merugikan para petani. Saat ini, pihaknya berharap ada bantuan terutama dari pemerintah daerah agar bisa memecahkan masalah ini. (nit/fik)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan