Untuk mengatasi hal itu, Pusat Keunggulan Energi Bersih (Clean Energy Center of Excellence/CoE) yang dikembangkan di Bali diharapkan bisa menjadi solusi. Pusat itu yang disebutnya akan menjadi ujung tombal pelatihan untuk menjadi tenaga ahli program Indonesia Terang.
’’Listrik itu sumber kebahagiaan. Selain penerangan, eknomi dan kesehatan juga dapat. Lantas, meningkatan ekonomi, sampai pertahanan negara juga. Jadi, jangan sampai gagal,’’ tegasnya.
Supaya program itu sukses, Sudirman menyebut butuh anggaran setidaknya sampai 30 triliun. Dana yang sangat banyak itu akan dikumpulkan melalui banyak cara. Selain lewat APBN, dan Penyertaan Modal Negara (PMN), akan dicari dana hibah. Tidak lupa, kalangan swasta juga diajak untuk mensukseskan program itu.
Kementerian ESDM juga melengkapi diri dengan timeline pengerjaan program. Pada Maret misalnya, mereka menargetkan bisa konsolidasi data dan sinkronisasi perencanaan di tingkat pusat. Lantas, sampai Juni 2016 ada pelatihan perencanaan kelistrikan desa. Sedangkan sampai akhir tahun, tim akan melakukan perencanaan kelistrikan desa.
’’Implimentasi program dimulai tahun ini dengan sejumlah lokasi percontohan, dan dilanjutkan realisasi sampai 2019,’’ jelasnya.
Lebih lanjut Sudirman menjelaskan, ada strategi inklusif dengan mengajak berbagai pihak untuk aktif dalam perencanaan. Dalam waktu dekat, menteri asal Brebes, Jawa Tengah itu akan mengajak Bappenas dan Kementerian BUMN untuk duduk bareng membahas program.
Selain itu, kementerian juga menggodok regulasi agar harga listrik EBT tidak mahal. Harga peralatan yang lebih mahal, dipastikan berdampak pada harga listrik juga. Padahal, masyarakat di Indonesia Timur punya daya beli yang tidak besar. ’’Pemerintah harus memberikan support dengan memberikan subsidi,’’ jelasnya. Selain itu, Sudirman juga ingin agar pelaksanaan bisa transparans dan akuntabel.
Saat disinggung berapa besaran listrik yang dibutuhkan, Sudirman menyebut kementerian sudah mengkalkulasi. Misalnya, kalau proyek itu hanya memberikan kebutuhan listrik dasar. Melingkupi penerangan, radio, dan kipas angin, maka kebutuhannya 500 MW.
Kalau bisa digunakan untuk menonton televisi, berarti tambah jadi 750 MW. Kementerian juga tidak menutup mata kalau ada warga yang ingin memiliki kapasitas listrik lebih untuk mesin jahit atau kebutuhan usaha kecil lain, sampai AC yang memerlukan total 1 Giga Watt. ’’Tapi tahapan pertama dapat penerangan normal dulu,’’ katanya.