Citra hancur, jumlah perajin dan toko penjual senapan di Cipacing pun terus menyusut. Pada era 1980-an, jumlah perajin di sana sekitar 400 orang. Kini cuma tersisa 70-80 orang. Begitu pula pedagang. Sekarang hanya tersisa delapan toko senapan di sepanjang Jalan Cipacing.
”Padahal, ini usaha warisan leluhur dari zaman Belanda yang harusnya dilestarikan,” kata Idih Sunaedi, ketua Koperasi Bina Karya yang membawahkan 115 pedagang dan perajin di Cipacing.
Seluruh toko di Cipacing sekarang hanya menjual senapan angin 4,5 milimeter. Sebab, memang hanya jenis itu yang diperbolehkan polisi untuk diperdagangkan. ”Di atas itu dianggap ilegal,” ujar Hermanto.
Seperti juga diakui Hermanto, Idih menyebutkan, pesanan senpi rakitan sejatinya selalu ada. Namun, tidak ada satu pun anggotanya yang berani memenuhi. ”Kalaupun masih ada yang mau buat, itu pasti bukan anggota kami. Biasanya itu anak-anak muda yang lagi butuh duit,” kata pria berusia 74 tahun tersebut.
Kini senpi rakitan hanya ramai diperdagangkan secara online. Sebuah blog terang-terangan menawarkan berbagai senpi. Mulai jenis revolver seharga Rp 5,4 juta hingga FN senilai Rp 7,2 juta. ”Mau pesan apa? FN atau revolver? Harganya sama Rp 7 juta,” kata si pedagang online melalui pesan singkat kepada Jawa Pos (induk Bandung Ekspres) yang berpura-pura membeli.
Pemesanan akan ditindaklanjuti setelah uang muka 75 persen dikirim. Barangnya akan dikirim sepuluh hari setelah pemesanan. Saat ditanya senpi buatan mana, pedagang online itu menjawab singkat. ”Buatan lokal Sumedang,” katanya.
Dia lantas memilih mengakhiri pembicaraan dengan mengirimkan nomor rekening bank. ”Kalau serius transfer uangnya ke sini. Kasih alamatnya, nanti saya kirim,” katanya. Setelah itu, tidak ada lagi kontak.
Di mata Hermanto, para pedagang senpi di dunia maya itu semakin menghancurkan citra Cipacing. Selain itu, akibat perang harga dengan mereka, pedagang offline seperti dia terpaksa memangkas harga hingga 50 persen.
Sekarang Hermanto menjual senapan angin kaliber 4,5 milimeter untuk jenis per seharga Rp 600 ribu hingga Rp 1 juta. Sedangkan jenis pompa dijual Rp 1 juta-Rp 2 juta. Yang paling mahal jenis gas atau pre-charged pneumatic (PCP). Harganya Rp 2 juta-Rp 6 juta. ”Dulu saya bisa untung Rp 500 ribu tiap unit. Sekarang paling Rp 200 ribu,” katanya.