Dari sanalah ayah tiga anak tersebut tahu ada begitu banyak anak di lingkup Kecamatan Kalukku yang harus berhenti sekolah di tingkat sekolah dasar. Baik protol di tengah jalan maupun yang tidak melanjutkan ke SMP.
Faktor utamanya memang kesulitan ekonomi. Banyak orang tua yang lebih menyukai anak-anak mereka membantu mencari nafkah. Baik sebagai pembuat batu bata maupun pekerjaan serabutan lainnya.
Piether pun gelisah menyaksikan fenomena banyaknya anak-anak putus pendidikan itu. Sebab, sebagai penegak hukum, dia meyakini, kriminalitas kerap berawal dari minimnya pendidikan seseorang. Semakin minim latar pendidikan seseorang, demikian yang ada di benak Piether, semakin kecil peluangnya keluar dari kemiskinan. Buntutnya, godaan melakukan tindak kriminal pun semakin besar.
Kepedulian polisi yang bertugas di Polsek Kalukku sejak November 2012 itu juga dilatari masa lalunya. Ibundanya adalah guru yang sering membantu kawan-kawannya semasa kecil yang putus sekolah di Tana Toraja, Sulawesi Selatan.
Akhirnya, dengan segala keterbatasan, Piether pun mulai bergerak membantu anak-anak putus sekolah. Dari awal 2013 sampai Juni 2014, dia harus melakukan semuanya sendiri.
Untung, sang istri Olca Klara sangat mendukung meski sebagian penghasilan sang suami harus terpotong untuk keperluan tersebut. ”Kami terbiasa hidup sederhana, jadi tak masalah,” kata Olca.
Jalan yang dirintis Piether mulai terang ketika pada Maret 2014 dia diberangkatkan ke Bekasi untuk mengikuti penyuluhan. Kegiatan itu diadakan Japan International Cooperation Agency (JICA) bekerja sama dengan kepolisian Jepang dan Polri. Tujuannya, mengedukasi polisi melakukan pendekatan preventif mencegah kriminalitas. Caranya dengan berada di tengah-tengah warga.
Seusai training di Bekasi itu, bersama JICA, Polri mengadakan lomba pengembangan perpolisian masyarakat (polmas) bagi 10 polda dan 17 polres di seluruh Indonesia. Piether ditunjuk sebagai pilot project mewakili Polda Sulbar.
Piether memilih mengintensifkan program membantu anak-anak putus sekolah yang telah dirintisnya. Per Juni 2014 GKB pun digerakkan. Dananya berasal dari swadaya Polres Mamuju. Setiap anggota dipatok menyumbang Rp 50.000 yang dipotong dari gaji bulanan. ”Tapi, kalau yang pangkatnya tinggi pastinya lebih.”
Piether pun bertugas mendata anak-anak putus sekolah dan menyediakan kebutuhan untuk bersekolah bagi mereka. Di GKB tahun pertama itu 178 siswa berhasil dikembalikan ke bangku sekolah. Tiap anak mendapat peralatan sekolah dan dana tambahan untuk menutup keperluan lain. Misalnya untuk uang ujian dan uang praktik pelajaran. Bantuan tersebut diberikan di tiap tahun pelajaran baru.