Gubernur Jabar Ahmad Heryawan berharap pembahasan revisi Perda KBU bisa segera tuntas. Hal ini dirasa penting agar pengendalian di kawasan tersebut bisa semakin efektif. ”Tapi kami kembalikan lagi ke DPRD. Perpanjangan waktu ya wajar, demi pendalaman substansi. Tapi kalau bisa Lebih cepat, maka akan lebih baik,” singkatnya.
Seperti diketahui, raperda KBU yang seharusnya sudah rampung pada pertengahan Januari lalu gagal disahkan menjadi perda. Ini dikarenakan DPRD Jabar meminta waktu tambahan untuk membahas raperda karena materi yang ada saat ini dinilai belum matang dan masih banyak celah pelanggaran.
Ketua Pansus Raperda KBU DPRD Jabar Tia Fitriani mengatakan, pihaknya meminta waktu tambahan hingga 29 Februari mendatang untuk mematangkan raperda usulan Pemprov Jabar tersebut. Namun, Tia memastikan akan kembali memperpanjang waktu pembahasan bila waktu tambahan tersebut dinilai belum mencukupi.
Terlebih, hingga saat ini DPRD Jabar belum menemukan persepsi yang sama dengan Dinas Pemukiman dan Perumahan Jabar sebagai pihak pengusul raperda KBU tersebut. Tia menyebut, masih banyak hal substansial yang belum disepakati oleh kedua belah pihak.
Selain itu, pansus masih perlu menerima banyak masukan dari masyarakat. ”Kami tidak ingin tergesa-gesa. Kami tidak ingin main-main membahas raperda ini karena raperda KBU ini sangat penting. Kami tidak ingin mengeluarkan perda setengah hati, jangan jadi perda pesanan,” kata Tia.
Tia menjelaskan, beberapa hal substansial yang belum disepakati oleh Pansus DPRD dan Diskimrum yakni terkait pasal-pasal perizinan dan sanksi serta terkait judul raperda. Menurutnya, DPRD Jabar tidak ingin raperda yang tengah dibahas itu hanya sekedar revisi perda sebelumnya, namun dampaknya tidak berbeda jauh dari perda sebelumnya.
DPRD Jabar menginginkan raperda KBU yang tengah digodok saat ini tidak menjadi macan ompong yang hanya keras di atas kertas, namun tidak bisa berbuat banyak dalam menyelesaikan berbagai persoalan di lapangan terutama dalam menangani persoalan perizinan dan penegakan aturan di wilayah KBU yang setiap harinya marak pembangunan liar di wilayah resapan air tersebut. ”Ada beberapa pasal yang menurut kami soft, kurang keras, sama sekali tidak menyentuh persoalan yang terjadi. Sampai hari ini, kita belum pernah dengar ada pelanggar di KBU yang diseret ke pengadilan. Jangan hanya sebatas pengendalian, tapi sanksinya harus bikin jera,” katanya.