Ciptakan Tari Gayuh Kalpavalli untuk UM

 Semangat Tri Wahyuningtiyas, Koreografer yang Konsisten lestarikan Budaya Lokal

Pertama kali menari sejak umur 5 tahun. Hingga kini, dia telah menciptakan belasan tarian tradisional. Yang terbaru, dia ciptakan tari Gayuh Kalpavalli. Sebuah tari tradisional sebagai ikon Universitas Negeri Malang (UM).

LIZYA OKTAVIA KRISTANTI, Malang

Tri Wahyuningtyas sedang mendengarkan musik tradisional saat ditemui di ruangannya di UM. Aktivitas mendengarkan musik tradisional itu sering dia lakukan untuk mengasah naluri seninya.

Perempuan kelahiran 26 April 1973 ini mengaku sangat mencintai tari-tari tradisional. Bahkan, dia sudah dilatih menari sejak umur 5 tahun. Maklum, ibunya adalah seorang penari tradisional. Selain itu, Tri–sapaan akrabnya– juga merupakan keponakan dari Ki Soleh, pemilik Padepokan Seni Mangundarmo Tumpang. ”Waktu kecil, saya kerap kali menari di atas meja makan. Penontonnya adalah keluarga saya sendiri,” kenang putri pasangan Achmad Rochim dan Turijani itu.

Sejak duduk di bangku TK hingga SMU, dia terus mengasah kemampuannya menari. Bakatnya tersebut semakin berkembang setelah dia kuliah di Jurusan Pendidikan Seni Tari IKIP Surabaya (sekarang Universitas Negeri Surabaya). Di sana, berbagai ilmu tari dia dapatkan dengan lebih sempurna. Namun, dia belum puas jika hanya lulus dari jurusan pendidikan seni tari. Untuk menambah ilmu tarinya, dia melanjutkan studi S2 di Universitas Udayana, Denpasar, Bali. Pada 2006, dia meraih gelar master di program pascasarjana kajian budaya.

Berkat kecintaannya pada budaya lokal, saat duduk di bangku kuliah, dia mendapat fasilitas untuk belajar ke Australia. Di sana, dia mempelajari kebudayaan lokal negeri kangguru tersebut. Bahkan, dia sudah ke Australia sebanyak dua kali.

Yang juga patut diapresiasi, selama kurun waktu 1996¬–2016, Tri telah menciptakan 18 koreografi tari tradisional. Sebut saja tari Aus, Peksi Seto, Entas-Entas, Cucak Ijo (maskot fauna Kabupaten Malang), Pangon, Manunggal, Siji, Monel, Pilu, Lumbung Suwung, Probo Retno, Babad Malang, Ma Panji Pahlawan Nusantara, Banteng Brang Wetan, Rok Serokan, dan masih banyak lagi.

Untuk tari Pangon, Tri meraih penghargaan penata tari terbaik dalam popda (pekan olahraga daerah) dan Seni SLTP-SMU tingkat Jatim. Sedangkan untuk tari Monel, dia menjadi koreografer terbaik pada Porseni (pekan olahraga dan seni) SD tingkat Jatim.

Tinggalkan Balasan