bandungekspres.co.id– Hasrat Wali Kota Bandung Ridwan Kamil mendapat penilaian opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di tahun ini merupakan target yang tak bisa ditawar lagi. Maka, membereskan manajemen aset daerahpun jadi strategi prioritas dalam mewujudkan cita-cita itu.
”Menata aset tak sebatas di lingkungan Dinas Pengololaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) saja. Melainkan termasuk aset yang dikelola PD Pasar Bermartabat,” ujar Ridwan Kamil belum lama ini.
Dalam kepemimpinan wali kota yang akrab disapa Emil ini, pengelolaan aset cenderung jalan di tempat. Dalam penilaian Emil, program yang sudah dianggarkan melalui APBD terbukti tak mampu diserap. ”Jangan selalu berlindung dibalik mekanisme sertifikasi, sementara abai pada program yang digariskan,” kata dia.
Sementara itu, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bandung Isa Subagja kurang sependapat dengan sikap wali kota, atas kegagalan serapan anggaran melalui SKPD yang bermasalah dengan pengelolaan aset. ”Ada mekanisme dalam menata aset itu. Sehingga perlu kajian yang menyeluruh,” tukas politikus PDI Perjuangan tersebut.
Isa menjelaskan, aset daerah merupakan sumber daya ekonomi yang mempunyai peran dan fungsi strategis bagi pemerintah daerah dalam meningkatkan pelayanan publik. Aset yang ditata, dikelola dengan baik urai, dapat jadi potensi sumber pembiayaan pelaksananan fungsi pemerintah daerah serta dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) yang signifikan. Namun, sahut dia, jika tidak dikelola dengan semestinya, aset tersebut justru menjadi beban biaya. Sebab, sebagian aset membutuhkan biaya perawatan, pemeliharaan dan terdepresiasi seiring perjalanan waktu.
”Penatausahaan aset daerah harus berdasar pada kebijakan dan regulasi yang telah disepakati bersama,” tukas Isa.
Sejalan dengan itu, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, papar Isa, bahwa pengelolaan barang milik daerah dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, transparansi dan keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai. Adapun permasalahan yang muncul mengenai penatausahaan aset daerah, sebut Isa, salah satunya disebabkan karena kompetensi para pengelola aset daerah dalam menyajikan informasi dan data mengenai aset tetap dalam neracanya masih belum sesuai harapan. (edy/fik)