Menanggapi hal tersebut, Menkopolhukam Luhut Pandjaitan masih belum mengambil sikap lebih lanjut. Saat ini, menurut dia, pemerintah memang baru sebatas berharap ada penyempurnaan UU Terorisme yang ada. ”Yang pasti, ini penting agar kita tidak terus-menerus menjadi pemadam kebakaran,” kata Luhut.
Selama ini, sejumlah pihak yang resisten dengan penambahan kewenangan pada aparat di UU Terorisme memiliki sejumlah alasan. Salah satu yang kerap diajukan adalah persoalan HAM yang bisa dilanggar jika seseorang bisa ditahan ketika baru berstatus terduga teroris.
Terkait hal tersebut, anggota Komnas HAM Natalius Piggai menilai kalau seluruh pihak perlu mendudukkan terlebih dulu persoalan terorisme pada posisinya. Dia menyatakan, bahwa tindakan terorisme tidak dibenarkan oleh siapapun dan atas apapun. ”Begitupun dengan semangat penghentian teroris juga telah menjadi semangat bersama. Jadi, itulah kondisi kekinian kita hari ini,” tutur Natalius.
Karena hal itu pula lah, dia bisa memahami kalau ada kebutuhan merevisi UU Terorisme. Termasuk, ketentuan tentang bisa ditahannya seseorang yang baru berstatus terduga teroris. ”Karena semangat memerangi radikalisme memang telah menjadi semangat bersama,” imbuhnya.
Meski demikian, dia mengingatkan, kalau tetap ada aspek-aspek kemanusiaan yang harus pula disertakan ketika memasukkan ketentuan penahanan terhadap seseorangan yang masih terduga teroris itu. Terutama, tegas dia, bahwa harus ada pagar-pagar yang jelas dalam memperlakukan sosok terduga teroris itu.
”Dan, yang tak kalah penting harus juga diatur tentang tanggungjawab aparat atau pemerintah jika dalam waktu tertentu terduga teroris ternyata tidak terbukti,” tambahnya. Selain mengembalikan citra dan nama baik, pemerintah juga perlu memberikan kompensasi-kompensasi material pada yang bersangkutan.
Celah peraturan terkait ISIS sudah didengungkan setahun belakangan. Kapolri Jenderal Badrodin Haiti juga merasakan kebutuhan untuk merevisi undang-undang antiterorisme tersebut. Namun, revisi itu diupayakan untuk tidak membuat potensi pelanggaran HAM meningkat. Caranya, dengan menerapkan pidana permulaan. Seperti, pembelian bahan peledak.
”Bahan peledak ini dijual bebas, namun ada formulanya yang bila dicampur menjadi bahan peledak. Tentu, dengan asumsi itu diharapkan aturan bisa ldikonsep untuk mencegah aksi teror,’ tuturnya.