Tangani Kemacetan Jangan Asal Booming

”Ini harus dipecahkan. Angkutan umum diberdayakan, angkutan publik dihambat,” kata Ofyar. Maka, setiap pungutan resmi yang menggunakan badan jalan wajib ear mack (dikembalikan untuk biaya transportasi).

Sudah umum perlakuannya melalui insentif dan disinsentif. Sehingga kalau tetap memaksakan memakai mekanisme ERP, hapuskan parkir on street dan siapkan angkutan publik. ”Parkir on street terapkan tarif setinggi-tingginya. Atau perbaiki dulu pelayanan angkutan umumnya baru mobil pribadi,” tegas Ofyar.

Penentuan tarifpun harus berkeadilan mengacu pada zona. Dan nilai tarif itu tiadakan kebijakan yang membatasi kendaraan. Sebab, persoalannya bukan dari jumlah kendaraan. Karena sebanyak apapun memiliki kendaraan yang dipakai tetap satu. ”Tinggikan nilai pajak kepemilikan kendaraan. Maka, penggunaan kendaraan berlebih akan berdampak pada lebih besarnya nilai kemacetan. Otomatis biaya yang dikeluarkan akan lebih besar,” ujarnya.

Atas masukan pakar transportasi ITB itu, Ketua Pansus X DPRD Kota Bandung Entang Suryaman mengaku mendapat pencerahan baru. Memang tujuan gelar diskusi terbuka untuk memperkaya referensi di tataran Pansus. Namun demikian, sebagai lembaga politik dewan, tak seutuhnya bakal mengadopsi pemikiran pihak ketiga.

”Kita (Pansus), kedepankan kepentingan lebih luas. Termasuk jaga harmonisasi hubungan dengan eksekutif,” urai politikus Demokrat ini.

Hal senada diungkapkan anggota Pansus X Jhonson Panjaitan. Menurut dia, Dishub Kota Bandung itu bagian dari Pemkot, setiap saat siaga terhadap pelanggar parkir liar dan menggembok pelanggar. ”Ini kontradiksi. Pak wali harusnya memikirkan tentang dampak parkir dari kehadiran taman-taman, sedangkan Dishub siaga menggembok,” sebut Jhonson Panjaitan, anggota Pansus X DPRD Kota Bandung.

Adapun penggembokan dan sanksi-sanksi sudah ada aturannya. Sehingga harus ada sinkronisasi dengan akan keluarnya Perda retribusi lalu lintas. Maka, perlu pemikiran bijak. Motor ke depan akan jadi barang mewah dengan mahalnya biaya parkir. ”Biaya parkir akan lebih mahal dari biaya BBM,” ujar politikus Hanura tersebut.

Sementara menanggapi masukan pemikiran Prof Ofyar, menurut dia oke. ”Tetapi, kita tidak boleh 100 persen copy paste seperti pemikiran pakar. Masih harus pertimbangkan unsur politis.

”Kita mendapat masukan. Tapi semuanya akan digodok lagi di tingkat Pansus,” imbuh Jhonson. (edy/fik)

Tinggalkan Balasan