Tangani Kemacetan Jangan Asal Booming

[tie_list type=”minus”]Pertanyakan Kelayakan ERP [/tie_list]

bandungekspres.co.id– Wacana pemerintah Kota Bandung menerapkan Electronic Road Pricing (ERP) atau jalan berbayar di Jalan Pasteur perlu kajian mendalam. Pakar perencanaan transportasi publik ITB Prof Ir Ofyar Zainuddin Tamim mempertanyakan tujuan utama penerapan ERP ini.

Pertanyaannya, apakah ERP itu semangatnya solusi mengurai kemacetan atau pendapatan asli daerah (PAD)? Sebab, kata dia, pendapatan yang gunakan insfrastruktur jalan pengahasilannya harus dikembalikan guna penanganan transportasi.

”Bila tidak, tidak usah direalisasikan. Demikian benang merah kelayakan ERP ketika akan diterapkan di Kota Bandung,” kata Ofyar saat dengar pendapat bersama Pansus X DPRD Kota Bandung, belum lama ini.

Dia menjelaskan, ERP di Kota Bandung bagian kecil upaya memecahkan masalah transportasi. Sebab, masih banyak bermacam konsekuensi ketika ERP direalisasikan. ”Biaya kemacetan itu bisa dihitung sesuai dampaknya,” tegas Opyar.

ERP dilaksanakan banyak faktor teknis yang harus diperhatikan. Lokasi itu harus 100 persen kontrolnabel. Jangan sebatas pencitraan. ”Di Jakarta saja tidak jalan. Kebocoran ERP sulit dibendung, malah orang lain ambil keuntungan,” ujar Ofyar.

Bukan boleh tidaknya kebijakan jalan berbayar diterapkan kepada masyarakat. Namun, jangan buat kebijakan sekedar ikut-ikutan. ”Jangan kebijakan diadakan, malah orang lain yang mengambil keuntungan,” sebut Ofyar.

Apalagi rencana ERP diterapkan di Jalan Pasteur, bukan jadi solusi kemacetan akan lebih parah dibanding menerapkan ERP di Alun-alun Kota Bandung.

Terkadang ide itu mudah diomongkan padahal sulit diaplikasikan. Begitupun ERP, salah satunya perlu mekanisme penarikan tarif. Tak boleh lagi menggunakan cara-cara manual. Gerbang transaksi harus otomatis. ”Jakarta saja belum siap dari segi operasional,” kata Ofyar membandingkan. Intinya lanjut dia, apakah uang itu masuk untuk transportasi?

Seandainya di Alun-alun Bandung menggunakan ERP, hapuskan parkir on street. Sebab, hasil kajian dilapangan jaringan jalan Kota Bandung, hanya 4 persen benar-benar termanfaatkan untuk transportasi. Mayoritas habis oleh parkir on street. ”Atas referensi itu, saya total menolak ERP,” tandas Ofyar.

Retribusi parkir harus mahal. Pasalnya, layanan angkutan kota di Bandung, hanya mampu melayani hanya 30 persen dari luas area. Itupun hanya terjadi di titik jalur gemuk saja. Sehingga 70 persen tak terlayani.

Tinggalkan Balasan