Mengenang Edhi Soenarso, Maestro di Balik Tiga Tetenger Ikonis Jakarta

Satya mengungkapkan, Edhi diopname di Jogja International Hospital sejak 31 Desember lalu. Sebelumnya, persisnya pada 30 September 2015, Edhi didiagnosis menderita infeksi paru-paru.

Sampai kemudian Edhi harus menjalani operasi pada Minggu (27/12) karena ada penggumpalan di kantong kemih. ”Sebelum menjalani operasi, bapak pun berpesan kepada kami, anak-anaknya, agar selalu tabah, semangat, dan pasrah dalam menjalani hidup,” kenangnya.Pria yang menutup mata di usia 83 tahun itu meninggalkan empat anak kandung dan satu anak angkat. Istrinya, Hj Kustiyah Edhi Soenarso, yang namanya diabadikan sebagai nama griya seni di belakang kediaman Edhi, sudah lebih dulu berpulang pada 2012.

Asvi mengenang, saat berkesempatan menjadi pembahas dalam peluncuran buku almarhum sekitar tiga tahun lalu, dirinya sempat menanyakan langsung keterlibatan Edhi dalam sejumlah diorama pada era Orde Baru.

”Ini, menurut saya, ironis karena diorama-diorama itu hanya menonjolkan penguasaan pihak penguasa dengan mengecilkan lawan. Saya pernah tanyakan kepada beliau, apakah tertekan saat membuat diorama,” tutur Asvi.

Edhi, kenang sejarawan LIPI tersebut, tidak memberikan jawaban terus terang ketika itu. Dia hanya mengatakan, pada masa Orde Baru dirinya hanya kebagian yang kecil-kecil. Berbeda dengan di era kepemimpinan Bung Karno.

Menurut Asvi, karya-karya Edhi pada era 1960-an memiliki muatan pesan kebangsaan yang tinggi. Patung Dirgantara, misalnya, dibuat, salah satunya, karena terinspirasi keberhasilan antariksawan Uni Soviet Yuri Gagarin terbang ke luar angkasa pada 1961.

Patung yang menggambarkan sosok lelaki berotot kekar dengan tangan menunjuk ke depan itu memiliki pesan agar generasi mendatang mampu terbang setinggi dan sejauh Yuri. Pembuatannya juga istimewa.

Hilmar Farid, yang pernah membuat buku dan film dokumenter tentang tiga patung yang menjadi tetenger Jakarta, juga berkisah, Patung Pembebasan Irian Barat merupakan karya yang paling dikenang almarhum. Penyebabnya, terang pria yang baru sepekan menjabat Dirjen Kebudayaan itu, patung tersebut terinspirasi gerakan tubuh Bung Karno. ”Saat itu Bung Karno bilang ke Pak Edhi, ‘Begini lho, Ed,” jelas Hilmar kepada Jawa Pos (induk Bandung Ekspres) di Jakarta kemarin.

Tinggalkan Balasan