Beri Harapan Penderita Gagal Ginjal dan Kanker

Pada awal penelitian, Adi menggunakan me­dia produksi yang berupa tanaman barley (sejenis gandum). Dia menyuntikkan barley stripe mosaic virus (BSMV) ke tanaman barley. Melalui bantuan virus itu, Adi berhasil memproduksi protein EPO di tanaman tersebut.

Namun sayang, protein EPO yang dihasilkan tanaman barley tidak cocok bagi tubuh manusia. Dia sempat kecewa, tetapi tidak sampai patah semangat. Akhirnya, dia kembali melakukan riset dengan mengubah media produksi. ”Kali ini saya gunakan media yeast (ragi, Red) Pichia pastoris,” tuturnya.

Riset dengan media ragi itu dilakukan dalam rentang 2008 sampai 2011. Anak keenam di antara tujuh bersaudara tersebut mengembangkan lagi produksi protein EPO dengan menggunakan humanized Pichia pastoris. Tujuannya, protein EPO yang dihasilkan lebih cocok untuk dimasukkan ke tubuh manusia.

Namun sayang, Adi kesulitan untuk mendapatkan humanized Pichia pastoris. Dia mengatakan, satu-satunya tempat yang memproduksi zat itu berada di New Jersey, AS. ”Produksi humanized Pichia pastoris itu ternyata dimiliki oleh sebuah perusahaan farmasi di New Jersey. Sangat sulit mendapatkannya,” ungkapnya.

Adi terus memutar otak supaya mendapatkan media produksi yang bisa menghasilkan protein EPO yang cocok untuk dimasukkan ke tubuh manusia. Akhirnya, dia menemukan jawabannya. Yakni, sel mamalia yang bernama CHO-DG44 (Chinese hamster ovary) pada 2012. Sesuai dengan namanya, yang dia pakai itu berasal dari sel ovarium hamster Tiongkok.

”Tapi, jangan dibayangkan kami di sini menernak hamster, kemudian diambil ovariumnya,” ujarnya. Dia mengatakan, untuk penelitian tersebut, pihaknya bekerja sama dengan PT Bio Farma dan Fakultas Farmasi UGM. PT Bio Farma bahkan membelikan mammalian cell line CHO-DG44 yang berharga sampai Rp 300 juta per 1 mililiter.

Sebagai peneliti, dia bersyukur karena risetnya tentang protein EPO II telah berhasil dan EPO II bakal diproduksi masal oleh kalangan industri.

Dia menuturkan, selama penelitian bertahun-tahun itu, dirinya juga sering menghadapi rasa bosan atau jenuh yang sangat. ”Kalau sudah seperti itu, terapinya adalah mendengarkan musik rock dari grup Oasis,” jelas dia. Obat lain pengusir jenuhnya adalah membaca buku-buku filsafat.

Tinggalkan Balasan