Pemerintah Ngebut Susun Aturan

”Kami secara resmi belum menerima proposal dari pak Menteri ESDM. Jadi saya tidak mau berspekulasi. Kita tunggu saja proposal, setelah ada, baru kita buat payung hukumnya,” ujarnya di Kantor Kemenkoperekonomian, kemarin.

Terpisah, Dewan Energi Nasional merekomendasikan pemungutan DKE dilakukan secara menyeluruh. Jadi, tidak hanya pada premium dan solar. Melainkan juga pada pertamax series, termasuk produk yang dijual SPBU asing seperti Shell dan Total. ’’Dalam jangka panjang, bisa diterapkan ke seluruh sumber energi fosil,’’ ujar anggota DEN Rinaldy Dalimi.

Lebih lanjut dia menjelaskan, DEN mendukung sepenuhnya rencana pemerintah memungut DKE. Sebab, muara dari kebijakan itu juga untuk masa depan Indonesia yang lebih baik. Namun, karena DKE selalu dikaitkan dengan premi pengurasan (depletion premium) harus memiliki cakupan yang lebih luas.

Dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN), Rinaldy menyebut definisi premi pengurasan adalah dana yang disisihkan dan diambil dari setiap eksploitasi sumber daya alam yang tidak terbarukan. Pungutan untuk mempertahankan keberlanjutan sumber daya energi itu dilakukan pada sisi hulu.

’’DKE lebih luas karena dipungut dari hilir, cakupannya lebih luas dari amanat KEN,’’ terangnya. Lantaran meminta agar seluruh sektor energi juga dipungut DKE, dia menyebut terbuka kemungkinan menarik dana dari sektor tambang. Misalnya, pertambangan batubara.

Meski memberikan dukungan, DEN yang dipimpin langsung Presiden Jokowi mengingatkan soal aturan. Dia menyebut PP 79/2014 yang juga dijadikan dasar oleh Menteri ESDM Sudirman Said kurang tepat. Alasannya, aturan itu membawahi premi pengurasan yang ditujukan untuk penarikan sektor hulu.

’’Dibebankan dalam proses industri energi fosil yang dipungut dari produsen,’’ terangnya. Itulah kenapa, DEN mendorong agar pemerintah bisa segera mempunyai aturanya yang lebih jelas sebelum 5 Januari. Terutama, terkait dengan mekanisme pengumpulan dan pemanfaatan DKE. (ken/dim/vil)

Tinggalkan Balasan