Persiapan Indonesia Jelang MEA Tiga Hari Lagi

Karena itu, lanjut Jokowi, mulai sekarang pemerintah memperbaiki infrastruktur. Misalnya, jalur kereta api di Sulawesi yang direncanakan 30 tahun lalu. Namun, baru terlaksana tiga bulan terakhir ini.

Juga, infrastruktur di Papua. Lambatnya pembangunan infrastruktur di Papua mengakibatkan tingginya harga barang. ”Kalau harga semen di sini Rp 50 ribu-Rp 60 ribu, di Papua bisa Rp 1 juta-Rp 1,5 juta. Itu karena pembangunan infrastruktur di sana belum bagus. Akhir pekan ini akan saya cek. Kerja itu harus terus dicek biar cepat,” tandas Jokowi.

Sementara itu, salah seorang pengurus DPP Apdesi Agung Hari Susanto mendukung langkah pemerintah dalam menghadapi MEA. Dukungan tersebut sesuai dengan tema rakernas, yakni Dari Desa untuk Pranata Nusantara. ”Kami back up dan support. Kami akan berupaya keras dalam menjalankan roda ekonomi dengan produktivitas tinggi pangan dari desa,” ujarnya.

Sementara itu, dari sisi regulasi dan konsep, masih perlu pematangan. Anggota Tim Ahli Wakil Presiden Shinta Widjaja Kamdani menyatakan, saat ini pemerintah terus melakukan sosialisasi kepada pelaku usaha terkait dengan MEA.

”Sebab, harus diakui, sosialisasi kurang masif sehingga banyak yang belum paham bagaimana mekanisme MEA,” ujarnya.

Kurangnya sosialisasi tersebut sejalan dengan hasil riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Dalam riset November lalu terhadap 2.509 responden di beberapa kota besar di Indonesia, didapati fakta bahwa hanya 25,9 persen masyarakat umum dan 27,8 persen pelaku usaha yang mengetahui pemberlakuan MEA.

Sebagaimana diketahui, MEA yang efektif berlaku mulai 31 Desember 2015 bakal melibatkan 10 negara ASEAN. Yakni, Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar, dan Kamboja. Total pasar dari 10 negara itu mencapai 625 juta penduduk.

Salah satu poin utama dalam skema MEA adalah kesepakatan menuju pasar tunggal alias single market untuk lima sektor. Yaitu, bebasnya arus barang, jasa, modal, investasi, dan tenaga kerja terlatih dari dan menuju 10 negara anggota ASEAN.

Selain sosialisasi, Shinta menyebutkan, masih dibutuhkan kerja keras dari 10 negara untuk menciptakan harmonisasi regulasi. Misalnya, dari sisi pajak penghasilan (PPh) badan untuk perusahaan yang saat ini tarifnya masih berbeda-beda di banyak negara.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan