’’Karakter bukan sesuatu yang bisa diajarkan. Tapi diteladankan. Tidak bisa dibikin-bikin. Haparannya, melalui SM-3T ini bisa terwujud,’’ ucap Agus.
Meski begitu, program ini bukan tanpa halangan. Agus sempat menerima penolakan dari sejumlah daerah. Salah satunya saat Kemenristek-Dikti mengirim beberapa guru dari Aceh (berjilbab) untuk ditugaskan di Larantuka, Nusa Tenggara Timur (NTT). Larantuka dikenal sebagai Kota Reinha (Bahasa Portugis) yang artinya Kota Ratu atau Kota Maria. Semua umat Katolik di Larantuka dan sekitarnya merayakan Pekan Suci yang dikenal sebagai Semana Santa. Tak jarang umat Katolik dari luar negeri berkunjung ke sana untuk mengikuti tradisi tersebut.
Saat itu, cerita Agus, para guru diantar ke sana menggunakan truk. Berbondong-bondong turun dari truk, warga di Larantuka sontak kaget, karena semua berjilbab. Mereka menyangka ada semacam ‘penyerangan’ dari umat Islam. Imbasnya, kehadiran guru SM-3T itu ditolak oleh Pastor se-NTT.
Akhirnya, Agus dan tim dari Kemenristek-Dikti bertandang ke sana untuk meluruskan kesalahpahaman tersebut. Dia menjelaskan kepada para Pastor, Kepala Desa dan tokoh masyarakat setempat. Bahwa para guru hanya akan mengajar di sana demi pendidikan yang lebih baik. ’’Awalnya mereka (pastor) bilang, takut para guru bingung ibadah di mana, karena tidak ada masjid. Tapi akhirnya mereka bisa mengerti,’’ ucap pria yang mengagumi MH Ainun Najib ini.
Semua Agus lakukan semata-mata demi kelancaran SM-3T, percepatan pembangunan pendidikan, pembentukan guru berkarakter. Sebab, Agus menilai, guru yang baik adalah yang patut diteladani. ’’Karakter asli, bukan bikinan. Memang santun, alim dalam kesehariannya. Tidak berpura-pura,’’ kata dia. Oleh karena itu, untuk menjadi guru, tidak bisa instan. Harus melewati dua sampai tiga kali saringan.
Tak cukup hingga SM-3T, baru-baru ini Agus dan timnya di Kemenristek-Dikti mencanangkan program Menyapa Negeriku. Program ini melibatkan masyarakat umum dari berbagai latar belakang dan profesi, untuk berbagi ilmu di 11 daerah 3T pilihan selama lima hari. Di antaranya, Sumba Timur, Aceh Timur, Ende, Anambas, Berau, Sitaro, dan empat daerah di Provinsi Papua.