Mengenal Agus Susilohadi, Bapak dari 12.000 Guru Alumnus SM-3T

Agus menganalogikan, guru sekarang ibarat air keruh dalam jamban. Kotor, karena tidak diseleksi dengan baik. Buktinya, nilai Uji Kompetensi Guru (UKG) kemarin menunjukkan angka yang memprihatinkan. Rata-rata 42 dari skor 100. ’’Respek terhadap guru juga berkurang,’’ ujarnya. Mengetahui fakta tersebut, Agus meringis. Bayangan guru teladan di Indonesia seolah semakin jauh untuk bisa terwujud. Meski begitu, pria asal Klaten ini yakin, masih banyak guru teladan di luar sana.

Namun, menyambung dari analogi air keruh tadi, cara mengatasinya hanya ada dua. Cara pertama, menggunakan keran untuk mengeluarkan air keruhnya. Cara kedua, dengan terus mengalirkan air bersih. Kedua cara tersebut sudah dan sedang dilakukan di Indonesia.

SM-3T merupakan cara kedua. Sementara yang pertama, sudah dilakukan pemerintah. Di antaranya melalui Undang-Undang yang menyatakan setiap guru harus lulus S1. Kemudian, melalui berbagai macam pelatihan guru. Sementara SM-3T, cenderung untuk memenuhi poin kepribadian dan sosial.

Betapa tidak, setiap guru SM-3T disimpan di daerah yang tertinggal. ’’Naruh orang pinter di tempat yang nggak ada orang pinternya, otomatis (orang itu) tumbuh jadi tempat bertanya,’’ kata pria yang sudah jadi PNS sejak tahun 1993 ini.

Selain itu, guru-guru SM-3T dituntut untuk inovatif dan kreatif di tengah segala keterbatasan. Sebab, fasilitas dan alat peraga pendidikan di daerah 3T tidak selengkap di kota. Dan yang paling penting, saat ikut SM-3T, sang guru juga jadi terlatih menjadi pribadi penyayang, tangguh dan tidak cengeng.

Peran guru sebagai orangtua kedua, benar-benar terasa di daerah 3T. Seperti yang terlihat di salah satu daerah di Papua, di mana para siswanya jarang menggunakan alas kaki bahkan, untuk pergi ke sekolah sekalipun. Kaki siswa belepotan lumpur, dan mereka enggan mandi. Guru SM-3T di sana dengan sabar memandikan para siswa, tak peduli kaki mereka sangat kotor dan korengan. Guru sampai menjemput dari rumah dan mengantar ke sekolah. Sikap dan karakter seperti ini yang jarang ditemui di pribadi guru-guru sekarang.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan