Ketua Komisi D DPRD Kota Bandung Achmad Nugraha mengatakan, kenaikan listrik seharusnya dibarengi perlindungan. Sehingga, masyarakat merasa tidak terbebani. Minimal pelayan PLN menjadi lebih baik, kata Amet, sapaan akrab politikus PDI Perjuangan ini.
Dia menjelaskan, akibat kenaikan listrik, tak sebatas ganggu keuangan rumah tangga. Melainkan, ada akibat lainnya. Maka, keuntungan kenaikan listrik harus sejak awal diposisikan kompensasinya. Misalnya, dialokasikan untuk meningkatkan infrastruktur, pendidikan dan kesehatan. ’’Elemen ini mendapat kucuran prioritas. Masyarakat akan paham, kenaikan listrik mempunyai sasaran mewujudkan kesejahteraan,” ujar Amet.
Sementara itu, anggota Komisi B DPRD Kota Bandung Herman Budiono menilai, kenaikan listrik sebelas persen yang dibebankan kepada konsumen rumah tangga, untuk ukuran Kota Bandung, mungkin tidak terlalu memberatkan.
Tapi, kata dia, sebelum kenaikan listrik seharusnya ada kajian dulu. Jumlah mutasi pengguna listrik golongan bawah; 450 dan 900 watt yang bermutasi ke golongan menengah ke atas; 1.300 watt cukup banyak. ’’Seharusnya Pemerintah sebelum menaikan TDL, mempertimbangkan kelompok masyarakat ini,” sebut Budi.
Agar berkeadilan, pemerintah harus pula memperhatikan warga pinggiran yang belum menikmati listrik. Akan menjadi bijak, bila keuntungan kenaikan TDL dianggarkan untuk menyediakan dan memenuhi ketersediaan listrik di daerah terpencil.
Seperti diketahui, mulai 1 Desember 2015, pelanggan dua golongan listrik PT PLN (Persero) yakni 1.300 volt ampere (VA) dan 2.200 VA diberlakukan mekanisme tariff adjustment. Artinya, tarif kedua golongan ini bisa naik-turun setiap bulan layaknya harga Pertamax. (adr/edy/rie)