AS Usung Robotic Surgery, Asia Andalkan Radiasi Presisi

Setelah para pejabat memberikan sambutan, kesempatan pertama diberikan kepada narasumber perempuan, Dr Cheah Yee Lee, ahli bedah Asian American Liver Centre (AALC) Singapura. Dia memaparkan pembedahan pada liver dengan metode laparoskopi (operasi dengan satu sayatan kecil) berikut indikasi dan hasilnya.

Narasumber kedua adalah Dr Melissa Hogg yang merupakan asisten profesor Gastrointestinal Surgical Oncology Division, University of Pittsburgh School of Medicine, AS. Melissa menyampaikan topik menarik seputar penggunaan teknologi robotic dalam pembedahan kanker pankreas.

Menurut dia, metode robotic dalam bidang medis sebelumnya diadopsi dari dunia militer. Kali ini teknologi robot dimanfaatkan untuk membantu operasi pengangkatan kanker dengan metode laparoskopi. ”Biasanya, operasi laparoskopi tetap dijalankan dengan menggunakan dua tangan. Tangan kanan dan tangan kiri. Namun, kali ini operasi dilakukan oleh teknologi robot agar hasilnya lebih baik,” jelas perempuan yang memiliki sederet gelar akademik itu.

Melissa menambahkan, hasil teknologi tersebut cukup bagus. Dari seratus kasus terakhir, angka mortalitas (kematian) pasien dalam jangka waktu 90 hari hanya berkisar 3 persen. Namun, operasi laparoskopi pengangkatan kanker pankreas dengan metode robotic memerlukan setidaknya dua anggota tim dokter. Seorang bekerja di dalam console dan seorang lagi bekerja di dekat pasien.

Para dokter dan tenaga medis tersebut, kata Melissa, harus menjalani training lebih dahulu. Sebab, menjalankan teknologi itu tidaklah mudah. Harus orang yang tepat dan punya skill yang sesuai.

Melissa mengakui, salah seorang pasien kanker pankreas yang ditanganinya kini telah menjalani hidup yang lebih baik. Pasien tersebut adalah seorang perempuan berumur 34 tahun yang berprofesi guru di North Pensylvania, AS. Awalnya, pasien tersebut sangat terganggu oleh kanker pankreas yang dideritanya. Namun, setelah menjalani operasi dengan metode robotic tersebut, kondisi guru perempuan itu berangsur membaik. ”Setelah enam bulan, dia bahkan bisa melakukan traveling me­ngunjungi keluarganya di Selandia Baru,” ungkap Melissa.

Selanjutnya, pakar Singapura sebagai representasi Asia lebih mengandalkan terapi radiasi yang superpresisi (tepat). Menjelang jeda siang, giliran pakar dari Asia menyampaikan paparan yang diwakili Dr Daniel Tan Yat Harn MBBS FAMS, direktur medis fasilitas Asian American Radiation Oncology (AARO) Singapura.

Tinggalkan Balasan