Di dunia yang semakin digital, pamor serial boneka kayu seperti Si Unyil pun kian redup. Karena itu, Si Unyil pun harus mengubah konsep untuk mengikuti perkembangan selera pemirsa.
Perubahan itu bisa dilihat mulai 2007 melalui tayangan bertajuk Laptop Si Unyil dan Buku Harian Si Unyil di televisi. Melalui dua program tersebut, Unyil dan teman-temannya tidak lagi menghibur dari panggung kecil serta miniatur rumah dan pohon, tapi mengajak pemirsa berjalan keluar masuk pabrik serta berjalan-jalan ke alam yang lebih luas.
Namun sayang, kesuksesan Si Unyil di industri hiburan itu bertolak belakang dengan kehidupan orang yang menciptakannya dahulu. Di pengujung hidupnya, kehidupan Pak Raden justru sangat bersahaja.
Dia menumpang di rumah milik kakaknya di Jalan Petamburan III, Jakarta Pusat. Pada 2013 Pak Raden bahkan pernah mencoba menjual salah satu lukisan karyanya yang berjudul Perang Kembang kepada Joko Widodo (Jokowi) -saat itu masih menjabat gubernur DKI Jakarta- untuk biaya berobat kakinya. Namun, usahanya tersebut tidak berhasil lantaran saat itu Pak Raden gagal berjumpa dengan Jokowi.
Sepanjang hidupnya, Pak Raden tak pernah merasakan punya rumah sendiri. Karena itu, dia tak kuasa menahan tangis saat dihadiahi rumah secara cuma-cuma kala menghadiri Silet Awards 2015 di studio RCTI, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Senin lalu (26/10). Atau empat hari sebelum dirinya mengembuskan napas terakhir.
”Selamat malam. Saya tidak tahu apa yang harus saya katakan. Begitu banyak yang ingin saya katakan, tapi semuanya saya rangkum dalam satu kata, terima kasih,” ucapnya di atas podium sembari terisak saat itu.
Prasodjo mengenang, meski berbagai kesulitan menghadang, Pak Raden hampir tak pernah mengeluh. Dia memilih terus berkarya. Di hari-hari terakhirnya, selain menanti animasi Si Unyil berformat tiga dimensi, dia tengah mengerjakan lukisan sketsa dari sejumlah dongeng karya penulis legendaris Denmark Hans Christian (H.C.) Andersen.
Cerita-cerita karya Andersen yang mendunia antara lain adalah The Little Mermaid, The Snow Queen, dan Thumbelina. ”Bapak pernah bilang ingin menyelesaikan 210 sketsa hitam putih dari cerita-cerita karya H.C. Andersen. Juga ingin ikut membantu film Si Unyil tiga dimensi,” ujar Prasodjo.