Pak Raden yang Tak Henti Berkarya sampai Akhir Hayat
Di hari-hari terakhirnya, Pak Raden masih ingin menyelesaikan ratusan sketsa dari dongeng karya H.C. Andersen. Seumur hidup dia tak pernah punya rumah sendiri.
DODY BAYU PRASETYO, Jakarta
[divider style=”dotted” top=”20″ bottom=”20″]
DI rumah tempat Drs Suyadi disemayamkan, ada beban berat yang seolah menggelayuti pundak Shelvy Arifin. Beban yang membuat direktur utama PPFN (Perum Produksi Film Negara) itu merasa seperti ada utang yang belum dibayar.
”Animasi tiga dimensi sedang kami godok. Saya menyesal belum kasih lihat ke bapak (Pak Raden, Red),” ujar Shelvy saat melayat ke rumah duka di Jalan Petamburan III pada Jumat malam (30/10).
Animasi yang dimaksud adalah film Si Unyil berformat tiga dimensi. Sampai sebelum menutup mata pada Jumat pukul 22.20 lalu itu, Drs Suyadi atau yang lebih dikenal sebagai Pak Raden masih sangat berharap bisa melihat hasil akhirnya.
Maklum, Si Unyil adalah bagian terbesar dari perjalanan hidupnya yang berujung pada usia 82 tahun karena infeksi pada paru-paru sebelah kanan itu. Pria yang dikebumikan kemarin (31/10) di TPU Jeruk Purut, Jakarta Selatan, itulah yang pertama memperkenalkannya pada awal 1980-an. ”Bapak itu terlahir sebagai tukang gambar. Dari sanalah terlahir tokoh Si Unyil,” kata Prasodjo Chusnanto, manajer pria yang melajang sampai akhir hidupnya tersebut.
Alumnus Seni Rupa ITB itu tak hanya melahirkan konsep serial boneka wayang yang pertama tayang di TVRI pada 1 April 1981 tersebut. Dengan suaranya yang khas, dia juga sangat berhasil meniupkan roh ke dalam karakter Pak Raden.
Saking berhasilnya, karakter Pak Raden itu terbawa dalam penampilan keseharian pria kelahiran Puger, Jember, Jawa Timur, tersebut. Tiap tampil dalam suatu acara, dia tak lupa mengenakan pakaian khas Jawa berupa beskap dan belangkon.
Perjalanan Si Unyil dalam industri hiburan tanah air terbilang panjang. Di TVRI, petualangan para bocah dan warga Desa Sukamaju itu baru berakhir pada 1993.
Hampir sepuluh tahun vakum dari layar televisi, Si Unyil dan kawan-kawannya, di antaranya Ucrit, Usro, Pak Ogah, dan tentunya Pak Raden, kembali hadir di televisi pada 2002 sampai 2003 di RCTI. Kemudian dilanjutkan TPI (kini jadi MNCTV) pada pertengahan 2003 hingga akhir tahun yang sama.