”Kenapa bentuknya seperti kapsul, karena bentuk seperti ini lebih tahan pada tekanan. Sebab, ada saluran masuk dan keluar Fresh On ini. Kalau bentuknya kotak, pasti pecah karena sudut rentan pada tekanan,” urainya.
Daya penggerak untuk menghasilkan udara yang sudah tersaring, kata dia, bisa menggunakan beragam alat yang familiar ditemukan di aktivitas sehari-hari. Mulai dari pompa sepeda, pompa akuarium, sepeda kayuh hingga kompresor.
”Nah, udara yang dihasilkan itu bersih. Satu alat ini bisa menyuplai untuk seratus orang,” tuturnya sambil menambahkan, Fresh On 2015 memiliki kekuatan hingga 10 tahun.
Korelasi dari perhitungan satu untuk seratus orang itu, kata dia, satu orang menghirup menghirup 30 liter oksigen per hari atau sekitar 0,2 liter per menit. Nah, kapasitas dari Fresh On 2015 tersebut bisa dimaksimalkan untuk 100 orang jika memiliki pompa yang bisa menghasilkan daya meniup 100 liter. ”Kalau soal daya di kompresor ya tinggal tanya tukang tambal ban lah. Mereka juga ngerti,” selorohnya sambil tersenyum.
Secara teknis, Wenten mengaku, tidak mengambil untung dalam pembuatan Fresh On 2015: hanya Rp 250 ribu per unit. Itu hitungan bener-benar ongkos produksi. ”Ya memang tidak bisa gratis. Sebab, saya bikin ini itunya juga perlu bahan. Harga itu sesuai, tidak saya naikkan untuk ngambil untung,” ujarnya.
Hanya saja, dia mengimbau alat buatannya itu dipasang di kawasan yang bisa kembali lagi tercemar udara. Baiknya untuk ruangan kedap udara. ”Kalau pasang alat ini sambil buka jendela dan udaranya berasap ya percuma,” ungkapnya sambil menambahkan, saat ini dua sudah membuat 25 unit Fresh On 2015 untuk kementerian. Soal penyebarannya dia tidak tahu persis.
Di balik hal itu, dia sebenarnya berharap, pemerintah bisa memberikan alat tersebut cuma-cuma kepada masyarakat korban paparan asap. Meski untuk ukuran Rp 250 ribu, semua orang diyakininya bisa mengeluarkan budget segitu. ”Banyak juga yang ngeluarin duit segitu cuma buat pulsa kan. Ini alat bisa digunakan 10 tahun. Kalau jelek, saya jaminannya,” tutur pria kelahiran Desa Pengastulan, Seririt, Kabupaten Buleleng, Bali.
Dia mengklaim, alat buatannya juga sangat simpel dan mudah dirawat. Caranya, dengan hanya membalikkan saluran angin masuk (normal A ke B, untuk membersihkan B ke A). Kalau pun paparan asap kemudian berkurang atau bahkan terjadi lagi, dia berharap di kemudian hari warga sudah memiliki antispasi dengan alat itu. Terlebih, dengan kemudahan yang adam membrane tersebut juga bisa digunakan untuk keperluan sehari hari. Demikian halnya untuk keperluan medis di ruang isolasi.