Sementara itu, Kepala Bidang Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Provinsi Jawa Barat Dr Dadang Rahman Munandar MPd mengungkapkan, ABK memang belum diberikan kesempatan yang sama dengan orang lain. Ketika kesempatan itu ada, dia percaya kemampuan ABK pun bisa termaksimalkan.
”Sesungguhnya mereka tidak memerlukan perhatian khusus, tapi mereka memerlukan kesempatan yang sama dan terbuka,” tutur Dadang.
“Kenapa lantas digelar di lokasi terbuka, agar publik bisa melihat, mendengar dan menyaksikan kehebatan mereka,” ungkapnya.
Dadang berharap, angka partisipasi kasar pendidikan bagi ABK meningkat. Dia menyebut, saat ini kontribusi dari ABK baru 16 persen dengan rincian 25 ribu siswa yang sudah dilayani di sekolah.
Dadang merinci, sekitar 200 ribu ABK belum mendapatkan pendidikan secara statistik di Provinsi Jawa Barat. Dari sisi wilayah, kata dia, dari 950 kecamatan baru 90 kecamatan yang memiliki sekolah negeri maupun swasta.
Rincian lain, SLB Jawa Barat ada 352 sekolah. Untuk negeri ada 38 dan sisanya swasta sekitar 314 sekolah.
”Nah ini sangat kecil sekali dibandingkan kebutuhan. Ini menunjukan bahwa mereka perlu dibuka aksesnya dan perlu dijangkau bahkan ke pelosok-pelosok,” katanya.
Menyikapi hal itu, bukan pemerintah kurang perhatian. Tapi, semua ini perlu support dari semua pihak, khususnya dari orangtua. Sebab, masih banyak orang tua yang enggan menyekolahkan anaknya dengan alasan malu memiliki anak berkebutuhan khusus.
”Undang-undang ketenagakerjaan penyandang cacat sudah mengamanahkan 2 persen dari seluruh tenaga kerja harus menerima penyandang cacat. Jadi kalau ada 100 orang tenaga kerja harus dua orang penyandang cacat,” ungkapnya. (adv/yul/rie)