Dalam aturan itu, ujar Anwar, dengan jelas menegaskan pelarangan pemerintah daerah mengangkat tenaga honorer dan sejenisnya. Hal itu diperkuat dengan PP 56 tahun 2012 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri mengedarkan surat tertanggal 10 Januari 2013 bernomor 814.1/169/SJ. ”Intinya sama, melarang mengangkat honorer juga,” terangnya kepada Radar, akhir pekan kemarin.
Karena itu, BK-Diklat tidak dapat memenuhi permintaan SKPD yang kekurangan pegawai. Namun, harapan muncul dari keberadaan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) Nomor 5 tahun 2014 tentang Kepegawaian. Dalam aturan ASN itu, pegawai pemerintahan dibagi menjadi dua jenis. Yakni PNS dan P3K (Pegawai Pemerintah Berdasarkan Perjanjian Kerja). Dengan kata lain, akan ada pegawai kontrak di pemerintahan. ”Bisa jadi, itu untuk menyiasati kurang pegawai, tapi tidak bisa mengangkat honorer,” ulas pria berkacamata ini.
Selain itu, usulan dari SKPD tidak lantas langsung dikabulkan BK-Diklat. Melainkan dikirim kembali ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (Kemenpan) sebagai penentu kebijakan formasi pegawai. Terbuka kemungkinan, kewenangan menentukan P3K akan dikembalikan kepada pemerintah daerah masing-masing. Hanya saja, Anwar Sanusi belum dapat memastikan secara jelas dan rinci sebelum aturan resmi benar-benar turun dan dapat menjadi pedoman. (jpnn/fik)