Dengan garis sepanjang itu, puluhan pos kecil pun didirikan TNI dan TDM. Khusus milik TNI, jumlahnya 24. Pos terjauh terletak di Temajuk. Fungsinya, membantu pengamanan di garis yang menjadi wilayah kewenangan Poskotis Gabma Entikong.
Meski berbeda negara, dua satuan tentara di situ hidup berdampingan. Selama bertahun-tahun dan berkali-kali berganti prajurit, tidak pernah ada konflik. Justru mereka hidup layaknya prajurit dari negara yang sama.
Komandan Poskotis Gabma Entikong Letkol Infanteri Marsana mengatakan, keakraban memang sengaja dibangun. Sebab, bagaimanapun, mereka berada dalam komando yang sama. Juga, tugas yang sama: mengamankan perbatasan.
Keakraban dan kekeluargaan dibentuk dengan melakukan kegiatan bersama-sama. Mulai patroli hingga apel rutin. ”Tapi, saat apel, penghormatanya tentu kepada bendera negara masing-masing,” jelasnya.
Bahkan, di luar rutinitas resmi, kebersamaan terus dilakukan. Mulai makan bareng hingga olahraga bersama. ”Kami biasanya main voli,” tuturnya saat ditanya soal olahraga favorit prajurit.
Alhasil, saat kondisi politik kedua negara memanas sekalipun, suasana di pos yang berjarak 314 kilometer dari Pontianak tersebut tetap sejuk. Karena itu, menurut Marwan yang sudah dua tahun berdinas di Entikong, peristiwa haru seperti Sabtu lalu bukanlah yang pertama.
Di pos tersebut, tangis perpisahan merupakan hal yang biasa. ”Karena baru tugas beberapa bulan di sini, pisah lagi,” tuturnya.
Rosidi, anggota TDM yang baru tiba Sabtu lalu, mengaku sudah lama mendengar keakraban dan kekompakan kedua negara di Pos Entikong tersebut. ”Saya mendengar itu dari senior saya. Katanya, sudah menjadi tradisi di sini,” kata Rosidi.
Berdinas di perbatasan memang menghadirkan tantangan yang berbeda. Jika di wilayah lain prajurit bertanggung jawab mengamankan wilayah teritorial, di perbatasan ada tambahan, yakni memproteksi wilayah.
Sebab, wilayah perbatasan relatif selalu berada di bawah ancaman. Khususnya ancaman penyelundupan. ”Jika ada penyelundupan, negara ini dirugikan,” terang Marsana.
Di Entikong, ancaman penyelundupan yang terjadi beragam. Ada penyelundupan manusia. Juga, mulai miras hingga barang-barang terlarang lainnya. ”Terakhir 3 ribu telur penyu dari Indonesia ke Malaysia,” ungkapnya.
Dia mengakui, dengan kondisi wilayah yang didominasi hutan, mencegah penyelundupan bukanlah pekerjaan yang mudah. Yang bisa dilakukan hanyalah terus mengintensifkan patroli pengamanan. Kemudian, berkoordinasi dengan Pos Perbatasan Malaysia di Biawak, Sarawak.