Sejak saat itu, Kusnan selalu memenangi kontes sapi tingkat kabupaten. Dia pun semakin serius menggeluti bidang ternak sapi. Setiap sapi hasil kontes terjual, dia langsung membeli sapi anakan. Begitu seterusnya hingga dia memiliki banyak sapi. ’’Saat ini, saya punya 50 ekor,’’ ungkapnya.
Kusnan menyatakan tidak memiliki metode khusus dalam menggemukkan sapi. Cara dia memelihara sapi sama dengan yang dilakukan semua peternak di desanya.
Setiap hari sapi diberi makan jerami, bukan rumput hijau. Kusnan sama sekali tidak pernah memberi sapinya rumput hijau. Menurut dia, rumput hijau tidak bisa cepat menggemukkan sapi. Dia menilai jerami padi merupakan makanan sapi yang paling ideal.
Selain rutin memberi makan sapi, yang wajib dilakukan adalah mencombor (memberi minum). Isinya adalah dedak (serbuk dari kulit padi) halus dicampur ampas tahu. Campuran tersebut sudah lama dipercaya peternak sebagai cara tepat untuk menggemukkan sapi dengan cepat.
Yang berbeda adalah waktu mencombor. Menurut Kusnan, waktu paling ideal adalah pukul 09.00 dan 22.00.
Mengapa harus malam? Menurut dia, setelah makan, sapi lalu tidur sehingga cepat gemuk. ’’Sama dengan manusia. Jika makan, lalu tidur, pasti mudah gemuk,’’ tuturnya, lantas tersenyum.
Hal tersebut tidak banyak dilakukan peternak lain di desa Kusnan. Karena itu, tidak ada sapi milik peternak lain yang bisa menyamai bobot sapi milik Kusnan. Bahkan, cara penggemukan sapi tersebut awalnya tidak dipercaya tetangga. Mereka menganggap aneh saat Kusnan bangun malam-malam dan memberi minum dan makan sapi. Namun, Kusnan tidak memedulikannya. Dia merasa cara itu cukup ampuh.
Setiap hari Kusnan menghabiskan 25 kilogram (kg) ampas tahu dan 1 kg dedak untuk seekor sapi. Untuk jerami, dia menghabiskan 20 kg per hari.
Kusnan sama sekali tidak menyembunyikan resep penggemukan sapi tersebut. Siapa saja yang bertanya selalu diberi penjelasan. ’’Siapa pun yang ingin belajar, silakan,’’ tegasnya.
Namun, di luar itu, masih ada resep khusus. Sekali dalam sebulan, Kusnan menyuntik sapi-sapinya dengan obat khusus. Sayang, dia tidak mau menyebutkannya. ’’Pokoknya, ada obat khusus yang saya beli di toko. Harganya mahal,’’ ungkapnya. Bahkan, kelompok ternak di desanya tidak diberi tahu.