[tie_list type=”minus”]BNNK Cimahi Minta Masyarakat Tidak Salah Arti[/tie_list]
JENDRAL SUDIRMAN – Badan Narkotika Nasional (BNNK) Kota Cimahi meminta masyarakat untuk tidak menyalah artikan adanya kebijakan pemberian grasi pada pecandu dan korban narkotika. BNN menyebut pemberian grasi tersebut sudah melalui proses yang ketat dan selektif.
Kasi Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat BNNK Cimahi Lucky Sugih Mauludin menyatakan, pemberian grasi bagi pecandu dan korban narkotika tidaklah mudah. Setiap pecandu dan korban narkotika harus melalui proses yang cukup ketat.
”Jangan sampai ada penyalah artian di masyarakat, agar tidak menimbulkan polemik maka kami terus memberikan pemahaman kepada masyarakat dan mahasiswa,” kata Lucky saat ditemui usai acara dialog interaktif dengan mahasiswa Unjani tentang wacana pemberian grasi untuk pecandu dan pemakai narkoba, di jalan Terusan Jendral Sudirman, kemarin (17/9).
Ketatnya proses pemberian grasi ini lanjut Lucky, sebagai upaya untuk menghindari salahnya pemberian grasi yang malah diberikan pada pengedar atau bandar narkoba.
Selain dialog terkait kebijakan grasi, dalam kegiatan tersebut BNNK Cimahi juga mensosialisasikan pencegahan dan penanganan narkoba bagi para korban dan pecandu.
Sementara itu, Kejaksaan Negeri (Kejari) Cimahi mendukung langkah BNNK Cimahi dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan pecandu narkotik untuk di rehabilitasi.
Kepala Kejaksaan Negeri (kajari) Cimahi Ery Satriana mengatakan, mahasiswa sebagai ’agent of change’ harus benar-benar mengetahui mengenai bagaimana pemberantasan dan pencegahan bahaya narkotika.
”Kegiatan ini akan menjadi suatu hal yang baik, karena kami dengan pihak BNN terikat dalam satu tugas yang sama, terutama dalam proses pencegahan dan penyalahgunaan narkoba,” kata Ery, kemarin (17/9).
Dalam kesempatan tersebut, pihak Kejari juga mensosialisasikan proses rehabilitasi dalam pola penanganan. Sebagaimana diamanatkan dalam UU nomor 35 tahun 2009 pasal 54, 55 dan 103, yang menyatakan bahwa, setiap pecandu narkotika wajib menjalani rehabilitasi sosial.
”Ini tentunya akan mendorong pemerintah daerah untuk ikut serta dalam proses penanganan pemberantasan tindak pidana terhadap narkotika ini. Terutama dalam penyiapan anggaran dan tempat-tempat rehabilitasinya,” ujarnya.
Menanggapi usulan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly yang meluncurkan gagasan pelaksanaan asesmen terpadu untuk para penyalah guna narkoba di lapas sebagai bahan rujukan untuk pembebasan bersyarat. Ery menerangkan, usulan ini harus melalui pengkajian yang lebih dalam. Karena jangan sampai nantinya ada pelaku yang sudah berulang kali terjerat kasus narkoba kembali dalam rehabilitasi tersebut.