Ngotot Naik di Tengah Krisis

Dimyati menyatakan, dengan kesepakatan pemerintah menaikkan tunjangan anggota dewan, maka pencairan kenaikan itu bisa segera dinikmati anggota dewan. Menurut dia, pencairan itu tidak perlu menunggu realisasi APBN 2016 disepakati. ’’Cair pada siklus bulan depan,’’ tandasnya.

Meski sudah disepakati, suara penolakan terhadap kenaikan tunjangan itu muncul dari para anggota dewan. Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera M. Nasir Jamil menyatakan, kenaikan tunjangan anggota dewan belum perlu jika melihat kinerja setahun terakhir.

’’Sebaiknya (kesepakatan kenaikan tunjangan itu) dievaluasi,’’ kata Nasir saat dikonfirmasi.

Menurut Nasir, jika tunjangan anggota dewan naik, seharusnya hal itu diimbangi dengan kinerja yang maksimal. Namun kenyataannya, saat ini belum ada kinerja optimal ditunjukkan oleh anggota dewan. ’’Rapat-rapat dewan masih banyak yang malas. Mereka boleh beralasan ada kegiatan lain. Tapi itu malah mengurangi kewibawaan anggota dewan,’’ ujarnya.

Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan menegaskan bahwa partainya tidak setuju dengan kenaikan tunjangan itu. Dari sisi kebutuhan, dana kenaikan tunjangan itu lebih dibutuhkan oleh rakyat. Ini karena, pengaruh krisis ekonomi sudah membebani daya beli masyarakat.

’’Pengangguran nambah, rakyat gak bisa beli, inflasi tinggi. Rakyat itu untuk makan saja susah. DPR harus prihatin,’’ kata Syarief secara terpisah.

Menurut Syarief, apa yang sudah didapat anggota DPR sekarang ini sudah lebih dari cukup. Jika diatur dengan baik, gaji dan tunjangan yang didapat sekarang bisa digunakan juga untuk membantu konstituen. ’’Kita harus prihatinlah. Demokrat intinya tidak sepakat,’’ tandasnya.

Sementara itu, Sekjen Gerindra Ahmad Muzani menolak kenaikan tunjangan itu. Sebab saat ini kondisi ekonomi Indonesia sedang memburuk. ’’Saat ekonomi melambat terus DPR menaikkan tunjangan sangat tidak pas,’’ ucapnya.

Muzani mengaku, salah satu cara menolak kenaikan tunjangan itu dengan merevisi Surat persetujuan Menteri Keuangan terkait kenaikan tiga tunjangan itu. Dia mencontohkan, perpres uang kenaikan tunjangan DP kendaraan dinas DPR yang dulu sempat hangat diberitakan. Saat itu, presiden sudah sepakat akan memberikan DP pembelian mobil Rp 250 juta pada DPR, MA, MK, KY dan DPD. ’’Setelah diprotes kan presiden mencabut perpres itu,’’ ucapnya.

Tinggalkan Balasan