Selalu Ingat Pesan Om Willy untuk Suarakan Rakyat

Namun, terjadi kericuhan di wilayah tersebut karena penggusuran Kampung Pulo, yang berbatasan Sungai Ciliwung dengan Bukit Duri. Karena itu, acara diundur sembilan hari kemudian.

Kendati tak tahu banyak tentang permasalahan yang terjadi, dia mengaku berkewajiban menguatkan kaum yang merasa termarginalkan. Itu salah satu pelajaran yang dia petik dari Rendra.

”Kata Om Willy, menyuarakan suara rakyat itu bisa dilakukan dalam media apa saja dari masing-masing pelaku seni,” ungkapnya.

Dulu, setiap bertemu dengan sang paman dalam acara keluarga, Juliet selalu ditarik dari kerumunan. Mereka berdua lalu bicara tentang seni sampai membahas filosofi seni Jawa.

Karena itu, berkunjung ke Indonesia selalu menyenangkan bagi penyuka tempe tersebut. Termasuk dalam kunjungan kali ini. Selain mengajarkan balet, dia bisa mengunjungi tempat orang utan di Sumatera dan beranjangsana ke keluarga besar sang ibunda di Jakarta.

Kesempatan mengajar di Ciliwung itu dia akui sebagai salah satu upaya balas budi terhadap orang-orang yang mendorongnya dalam seni peran. Terutama, tentu kedua orang tua.

Sejak kali pertama mencicipi balet pada umur lima tahun, Juliet merasa punya sesuatu yang spesial sehingga bisa belajar dengan cepat. Ketika dia memutuskan untuk bekarir sebagai seniman profesional, kembali sang paman yang paling girang.

Rendra, kenang dia, pernah bercerita bahwa nenek Juliet, Raden Ayu Catharina Ismadillah, adalah penari keraton. Meski sang nenek sudah meninggal saat dia masih kecil, sang paman terus mengingatkannya tentang almarhumah.

”Sampai-sampai Om Willy juga mengajari saya kebiasaan teknik meditasi sebelum pentas,” ujarnya.

Kendati sangat mengagumi sang paman, sampai menginjak usia remaja Juliet belum sepenuhnya mengerti akan bakat seni turunannya. Dia baru menyadarinya ketika memutuskan untuk belajar tari golek di Solo pada 2012.

Saat itulah pikirannya terbuka bahwa tari yang biasa ditampilkan almarhumah neneknya dengan tari balet yang dia tekuni sangat mirip. Keduanya sama-sama berasal dari budaya keluarga kerajaan. Dua-duanya juga ditampilkan untuk menunjukkan keanggunan dengan gerak-gerak tertentu.

Semua kenangan itu, semua pertautan emosionalnya dengan negeri asal sang ibunda, membuatnya bermimpi bisa menghabiskan masa tua di Indonesia. Dia mengaku sangat menyukai budaya Indonesia, terutama lingkungan tempat mendiang pamannya di Depok. ”Terutama tempenya. Saya bisa menghabiskan banyak tempe,” katanya, lantas terkekeh.

Tinggalkan Balasan