15 Ribu Pekerja Ambil JHT Dalam Sepekan

Dirinya mengimbau, kepada para pekerja yang terkena PHK dapat bersabar mengantre untuk mengambil JHT. Pasalnya, isyu di luar bahwa pencairan JHT hanya bulan ini tidak benar. Begitupun tak benar, soal ketidakpastian regulasi. ’’Kasihan. Kadang-kadang melihat ibu-ibu datang antre (mau ambil JHT) sambil bawa bayi. Padahal, itu tidak perlu,” ungkap dia.

Di tempat terpisah, Ketua Presidium Aliansi Buruh Menggugat Jawa Barat Yoyon Suharyono menilai, banyaknya pekerja yang mengambil JHT mencerminkan kondisi PHK yang sebenarnya. Efeknya, menimbulkan kerawanan sosial bagi para pekerja pria dan perempuan. Mereka diambang kemiskinan dan terjerumus dalam praktik kriminal dan melanggar hukum lainnya.

’’Itu tanda-tanda kemiskinan. Mudah-mudahan (pekerja yang kena PHK) laki-laki tidak jadi penjahat, perempuan tidak jadi penjaja seks komersial,” ungkap dia.

Menurut dia, harapan itu beralasan. Sebab, lapangan kerja saat ini kian sulit. Ditambah, pemerintah tidak banyak berbuat nyata member solusi. Terlebih, dengan pencairan JHT, maka pekerja sudah tidak punya lagi tabungan untuk memenuhi kebutuhan di kemudian hari. Padahal, seharusnya perlu diawasi adalah pelaksanaan UU Nomor 13/2003 Tentang Ketenagakerjaan, pada Pasal 156 soal tunjangan pesangon. ’’Kalau itu diberikan (pesangon bagi yang terkena PHK), maka tidak akan ambil JHT,” tegas dia.

Yoyon juga menyorot pelanggaran hukum Taspen, yang menyelenggarakan program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) bagi PNS. Menurut dia, itu berlawanan dengan UU Nomor 40/2004 tentang Sistem Jaminan Nasional, yang menetapkan pelaksanaan JKK dan JKM bagi PNS adalah BPJS. Dan, UU Nomor 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). ’’Pemerintah itu plin plan. Tidak mengurusi rakyatnya. Sudah tahu melanggar hukum. Tapi, masih juga Taspen menjalankan,” terang dia. (hen)

 

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan