[tie_list type=”minus”]Guna Penyelesaian Perkara Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH)[/tie_list]
KARAKTERISTIK kejahatan di era globalisasi semakin variatif, dan cenderung semakin canggih, tidak berarti kejahatan konvensional secara otomatis berhenti, faktanya hampir di setiap wilayah, baik di pedesaan maupun perkotaan, kasus kejahatan konvensional tidak pernah mengenal kata berhenti, sebut saja kasus pembunuhan, pencurian, premanisme, dan sebagainya. Ironisnya, pelaku kejahatan tidak lagi terbatas pada orang-orang dewasa tetapi sudah merambah hingga anak-anak di bawah umur, sehingga tentunya Polri harus mampu memberikan rasa kemanfaatan, keadilan serta kepastian hukum di masyarakat terhadap adanya perkara yang melibatkan anak-anak.
Terkait dengan perkara yang dilakukan anak-anak, kita semua sepakat bahwa pelakunya tetap harus diproses sesuai dengan hukum yang berlaku, sesuai dengan asas equality before the law, namun jika melihat pada kerangka perlindungan anak tentunya tidak bijaksana apabila perlakuan pada anak sama dengan perlakuan terhadap orang dewasa karena secara fisik dan psikis, kondisi anak-anak masih labil dibandingkan orang dewasa. Menurut data dari KPAI, di seluruh Indonesia setiap tahun rata-rata 7000 dan berakhir di dalam penjara, untuk itu perlu adanya perhatian serius dalam penanganannya mengingat usia mereka yang pada dasarnya usia sekolah. Namun karena pengaruh lingkungan sosial berakibat pada adanya tindakan kriminalitas. Dalam menyikapi permasalahan tersebut, penerapan mediasi di luar pengadilan dalam penyelesaian perkara anak diharapkan dapat memberikan jalan alternatif bagi pihak-pihak yang terlibat perkara sehingga penyelesaian perkara melalui mediasi mampu memberikan keadilan bagi masyarakat.
Dalam menangani proses penyelesaian tindak pidana yang dilakukan oleh anak di bawah umur, di dalam proses penyidikan, penuntutan serta dalam proses persidangan upaya hukum yang diambil oleh aparat penegak hukum harus mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak tersebut. Di mana pihak aparat harus mempertimbangkan sifat perbuatan anak dengan akibat yang ditimbulkan serta tetap memperhatikan kepentingan terbaik demi perkembangan anak, dengan dikeluarkannya Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 4 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak sehingga di dalam proses pemeriksaan di tingkat kepolisian tidak dapat dilakukan penahan bagi tersangka pelaku tindak pidana, proses acara pemeriksaan yang digunakan adalah proses acara pemeriksaan cepat, serta ancaman hukuman dalam proses persidangan yang dapat dijatuhkan paling tinggi tiga bulan penjara. Selain itu khusus dalam penanganan masalah anak, pihak aparat penegak hukum dapat melakukan pengalihan bentuk penyelesaian dari proses pidana formal, ke proses penyelesaian alternatif misalnya mediasi penal oleh pihak kepolisian proses tersebut dilakukan oleh pihak-pihak yang berpengalaman dalam menangani masalah anak.