COBLONG – Pemerintah berupaya menata perkembangan pembangunan melalui sepesifikasi detail karakteristik tanah yang akan di kembangkan. Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan mengatakan, penataan pembangunan perlu dilakukan untuk pemaksimalan lahan.
’’Saya katakan dalam desain tata ruang dia tidak boleh diartikan sebagai hak ekslusif atas tanah, meskipun dia memiliki penuh sertifikat hak milik. Tapi dia ga bisa suka-suka gitu loh. Dia ga bisa memanfaatkan tanah itu untuk apa yang mau dikehendaki tapi tidak sesuai dengan tata ruang, misal tiba-tiba di kawasan yang untuk sawah, karena dia punya tanah 1000 meter, entar dia mau bangun rumah. Ya ga bisa gitu, kalau suka-suka ada kementerian pengaturan tata ruang,” jelas dia kepada Bandung Ekspres usai melakukan kunjungan ke Kota Bandung, kemarin (6/9).
Ferry menjelaksan, saat ini, wilayah kewenangan mengenai tata ruang dan tanah menjadi lebih luas dan fokus. Jabatan menteri agraria yang sudah kosong selama 17 tahun, dianggapnya tidak menjadi hambatan untuk kembali menata kawasan pembangunan agar lokasi digunakan secara maksimal sebagaimana fungsinya.
’’Ga ada lah kayaknya, yang penting kita mau memotret permasalahan, terus kita liat berapa lama jangka waktunya dulu. Baru ditelusuri latar belakang atau sejarah masalahnya dengan gitu nanti clear, misalnya dia bilang ini tanah saya, sementara dia bukan orang situ, datang ke tempat ini. Dari sisi itu ada miss-nya. Itu yang saya kira penting, tanah itu bukan semata-mata aspek legal aja,” jelas dia.
Ferry menuturkan, bagaimana membangun tata ruang kepemilikan lahan itu memberikan manfaat serta dimensi sosial bagi orang lain. Dirinya menjelaskan, tanah tidak bisa menjadi faktor yang menghambat satu dengan yang lainnya.
’’Ketika ada tanah masyarakat yang digusur itu ada dimensi martabat kemanusiaan yang melekat dengan tanah yang dimilikinya, dan kemudian diganggu, bukan persoalan hak tanahnya. Tapi kalau misalnya dikasih tahu, ini bukan tanahnya, kan martabatnya ga ada yang dirusak,” ujar dia. (fie/vil)