”Saya rasa pengawasan keimigrasian terhadap orang asing yang masuk ke Indonesia, harus ditingkatkan oleh kantor-kantor wilayah yang ada,” ujarnya.
Sementara itu, Bupati Bandung Barat, H Abubakar menegaskan, adanya 28 WNA yang terjaring bukan kesalahan pemerintah. Terutama kaitannya dengan administrasi kependudukan (adminduk). ”Dalam sistem adminduk ada aturan dan norma tertentu agar seseorang bisa diproses dalam sistem adminduk,” ucapnya kepada Bandung Ekspres usai menghadiri pelepasan Calon Haji (Calhaj) Bandung Barat, di Pusdikkav, Sabtu (29/8).
Dia menjelaskan, jika seseorang tidak bisa memenuhi seluruh persyaratan adminduk, maka dipastikan sistem tidak bisa memproses berkas-berkas orang tersebut. Terlebih bagi WNA. Dia menduga, karena locus (tempat kejadian perkara) meruakan kawasan pemukiman elit yang individualistis penghuninya sangat tinggi. Jadi masyarakat pun terkesan acuh menganggapi walaupun hilir mudik WNA di tempat tersebut.
Abubakar menuturkan, kultur masyarakat di perkampungan dengan masyarakat perumahan, terutama yang tinggal dikawasan elit sangat berbeda. Masyarakat perkampungan lebih mengedepankan gotong royong dan kebersamaan. Sebaliknya, masyarakat perumahan lebih individualistis dan lebih tidak menghiraukan kondisi serta aktivitas tetangganya.
”Biasanya di lingkungan perumahan elit, peran aparat seperti RT dan RW tidak terlalu signifikan. Sebab, pengawasan dan pengamanan dikelola langsung oleh pengelola kawasan sebagai pengembang perumahan,” tuturnya.
Bercermin dari permasalahan ini, Abubakar mengimbau seluruh
masyarakat Kabupayen Bandung Barat untuk lebih waspada dan meningkatkan kepeduliannya terhadap lingkungan. Sehingga hal tersebut tidak terjadi kembali. (gat/mg5/rie)