BANDUNG – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sudah menyentuh Rp 14.000. Money changer di Bandung terlihat ramai didatangi para pemilik mata uang negeri Paman Sam itu, untuk ditukar rupiah.
Di sebuah money changer di Jalan Otista, Andi, 38, salah seorang yang akan menukarkan uang dolar AS mengaku kaget. Sebab, biasanya di saat dia datang, tidak ramai. ’’Ini sampai ngantri mau tukar uang (dolar AS), kirain biasa saja makannya saya datang nyantai dari rumah,’’ kata Andi kemarin (25/8).
Hasil pantauan di lokasi, penukar uang datang silih bergantian keluar masuk di teller money changer. Mereka menukar dolarnya beralasan nilainya yang semakin tinggi terhadap rupuah. ’’Saya nukar 200 dolar AS. Ya, kebetulan saja sedang tinggi. Adanya hanya 200. Ditukar semua saja,’’ ujar Andi yang tinggal di Kopo Sayati, Kabupaten Bandung.
Di money changer tersebut, informasi terkini per pukul 10.15 WIB kemarin, penukar yang menjual dollar AS dihargai Rp 13.998. Sedangkan yang membeli dolar dihargai Rp 14.020. Naik sedikit dibanding hari sebelumnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Statistik Distribusi BPS Jabar Dody Gunawan berharap, pemerintah segera melakukan upaya-upaya cepat untuk menghadapi persoalan merosotnya nilai tukar rupiah. ”Saya kira pemerintah harus berusaha semaksimal mungkin supaya kemerosotan rupiah tidak terus berlangsung,” ujar dia ditemui di Jalan P.H.H Mustopa Nomor 43 Bandung.
Dody mengatakan, bagaimana pun juga pemerintah harus menemukan solusi dalam mengatasi permasalahan ini. Lantaran, nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat. Rupiah saat ini berada pada titik terendah dalam belasan tahun terakhir.
Melemahnya rupiah dan melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini, kata dia, akan mempersulit jalannya ekspor. Memang, menurutnya, faktor luar negeri memegang peranan penting dalam melemahnya rupiah. Namun, berbicara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi dan komoditas dalam negeri saat ini juga sedang menurun.
Menjelang Idul Adha juga, dia memperkirakan kegiatan berbasis manufaktur akan mengalami kenaikan terutama untuk sektor makanan dan minuman. Namun, dia meminta pemerintah memikirkan langkah apa yang terjadi setelah Idul Adha usai karena hal tersebut bersifat musiman.