Museum Hanya Menyimpan Dua Pucuk Senjata

[tie_list type=”minus”]Mengenang Perang Kemerdekaan di Subang[/tie_list]

 

Kemarin, 17 Agustus, warga Indonesia tengah diselimuti suasana gembira merayakan kemerdekaan Republik Indonesia ke 70. Jejak perjuangan kemerdekaan Indonesia ada di Museum Kabupaten Subang. Terdapat dua pucuk senjata laras panjang. Bagaimana kisahnya?

 YUSUF SUPARMAN, Subang

 

Museum
RAKA DENNY/JAWAPOS

ASET SEJARAH: Seorang petugas museum menunjukkan dua pucuk senjata
sisa peperangan yang masih tersisa di Museum Kabupaten Subang kemarin.

Dua pucuk senjata itu menjadi saksi bagaimana para pejuang Subang mempergunakan senjata tersebut untuk merebut kemerdekaan dari tangan penjajah Belanda.

Menurut keterangan salah seorang petugas museum, Rosmalawati, dua senjata tersebut merupakan senjata hasil rampasan dari pihak Belanda ketika terjadi pertempuran di daerah Subang.

Dengan keberanian dan kegigihan para pejuang ini, senjata tersebut berhasil direbut dan digunakan untuk perlawanan. ”Ini bukan senjata buatan orang Indonesia, melainkan hasil rampasan yang kemudian dijadikan senjata untuk melawan penjajah,” ungkapnya.

Dua senjata yang kini sudah tidak bisa digunakan ini ditemukan di daerah Kecamatan Subang dan Pagaden. ”Kami masih mencari data lengkapnya, termasuk spesifikasi senjata ini,” tuturnya.

Dalam peperangan merebut kemerdekaan, peperangan sengit pernah terjadi di Kampung Ciseupan, Desa Cibuluh, Kecamatan Tanjungsiang. Bermula saat pasukan Siliwangi melakukan long march dari Jogjakarta.

Pada 4 Februari 1949, sebanyak 1500 prajurit RI dari Batalion 3001 Prabu Kian Santang Brigade XIII-Divisi Siliwangi sekembalinya dari Yogyakarta menuju Bandung, di bawah pimpinan Mayor Engkong Darsono singgah di Desa Rancamanggung untuk beristirahat. Namun pasukan tidak tertampung semua, maka disebar ke daerah lain termasuk ke Kampung Ciseupan, Desa Cibuluh, tepatnya di kampung Pasirserah.

Demi kelancaran dan keamanan, Mayor Engkong Darsono selaku pimpinan Batalion mengirim surat kepada Kepala Desa Cibuluh dan surat yang kedua ditujukan kepada pimpinan Markas Besar Belanda yang berada di Cidongkol, namun dikarenakan jauh maka surat disampaikan kepada Markas Belanda terdekat yang ada di kampung Cikaramas dan Gardusayang. Surat tersebut berisi permohonan izin menginap dan permohonan bantuan keamanan perjalanan menuju kota Bandung, pihak Belanda mengizinkan Tentara RI menginap dengan syarat semua persenjataan harus diikat.

Tinggalkan Balasan