Khawatir NU Kehilangan Roh Jihad

[tie_list type=”minus”]Muktamar Belum Cerminkan Akhlakul Karimah   [/tie_list]

JOMBANG – Arena Muktamar Nahdlatul Ulama ke-33 yang terpusat di Alun-alun Jombang, Jawa Timur, mulai memanas. Situasi itu terjadi disebabkan proses registrasi yang dinilai menyulitkan peserta.

Selain itu, mekanisme pemilihan Rais ’Aam dan Ketua Umum Tanfidz PBNU yang rencananya menggunakan konsep Ahlul Halli Wal ’Aqdi (AHWA) atau musyawarah mufakat masih jadi perdebatan.

Sampai-sampai, KH Sholahuddin Wahid alias Gus Sholah yang juga salah satu kandidat Ketum Tanfidz PBNU menekankan jangan sampai ada pemaksaan konsep AHWA dalam Muktamar.

’’Kita kedepankan akhlakul karimah. Harusnya kita bicara tata tertib ya, jangan AHWA dulu,’’ tegas pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng itu dalam jumpa pers di Media Center Muktamar, SMAN 1 Jombang, kemarin (2/8).

Gus Sholah juga mengingatkan bahwa dalam pidatonya tadi malam, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj menekankan bahwa Muktamar harus diselenggarakan secara akhlakul karimah. Tapi yang terjadi menurutnya, tidak mencerminkan nilai-nilai akhlakul karimah tersebut. Apalagi saat pendaftaran peserta sempat diwarnai kericuhan karena perdebatan soal AHWA.

’’Kemarin kami lihat di tempat pendaftaran ada diskrimasi kepada yang menolak atau menerima AHWA. Alhamdulillah sudah bisa diatasi dan jangan sampai muncul lagi. Kami tidak mau ada kecurangan. Tadi malam Ketum bilang akhlakul karimah, pemaksaan dan diskriminasi itu bukan akhlakul karimah,” tegasnya.

Dirinya juga khawatir NU lama-kelamaan akan kehilangan roh jihadnya. Pernyataan tersebut muncul karena pihaknya mendengar informasi terkait adanya iming-iming terhadap peserta muktamirin oleh oknum tertentu. Sehingga dia meminta tindakan-tindakan pragmatis seperti itu segera dihentikan.

’’Jangan iming-imingi muktamirin, menjanjikan sesuatu. Saya harapkan untuk stop itu. NU pelan-pelan hilang roh jihadnya, yang ada sikap pragmatisme. Ini yang harus kita lawan. Kalau mau pragmatis masuk partai saja,” tukasnya.

Dia meminta panitia tidak diskriminatif dan siapapun peserta muktamar boleh mendatangi muktamar, tanpa ada syarat. Ini terkait penerapan sistem AHWA yang ditawarkan pada peserta muktamirin.

’’Sebagian besar bilang AHWA itu musyawarah mufakat. Saya sendiri setuju tapi terserah muktamirin. Serahkan ke muktamar yang menentukan. Mari kita perbaiki NU, ini aset Indonesia. Jangan sampai NU dikotori dengan praktik yang tidak baik, misalnya politik uang. Hentikanlah! Jangan manfaatkan NU untuk kepentingan pribadi atau kelompok,’’ serunya. (fat/jpnn)

Tinggalkan Balasan