Seminar budaya keislaman menjadi salah satu jalan diplomasi pengurus Blue Mosque dalam syiar Islam di Filipina. Selain seminar tentang perfilman, di masjid berkubah biru itu sering digelar pelatihan cara berbusana Islami, pernikahan dan parenting, lomba menulis kaligrafi, kesusastraan, dan sebagainya.
Semua kegiatan itu, menurut Jadjurie, bisa melunakkan wajah Islam yang selama ini dipersepsi ’’keras’’ oleh sebagian masyarakat Filipina. Apalagi sebagian kelompok Islam di Filipina Selatan melakukan perjuangan bersenjata untuk mendapat kemerdekaan mereka.
Dengan jalan diplomasi yang moderat itu, pengurus Moro Islamic Liberation Front (MILF) tersebut memperoleh simpati dari banyak pihak. Baik dari luar negeri maupun masyarakat Filipina sendiri. Karena itu, beberapa kali terjadi dialog yang mengarah pada perjanjian damai antara MILF yang mewakili bangsa Moro dan pemerintah Filipina.
’’Sayang, pergantian kepemimpinan sering membuat agenda perdamaian itu berubah-ubah sehingga belum terealisasi hingga sekarang,’’ paparnya.
Pada zaman Presiden Ferdinand Marcos, menurut Jadjurie, suasana dan kondisi lebih menjanjikan untuk menyelesaikan masalah menuju perdamaian. Pada zaman itulah Filipina mendirikan banyak masjid atas bantuan negara-negara Islam. Misalnya, Blue Mosque dan Golden Mosque (Libya) serta sejumlah masjid kecil atas bantuan Arab Saudi, Kuwait, Iran, dan Uni Emirat Arab.
’’Di kawasan sekitar Taguig City saja, ada 16 masjid kecil-kecil sumbangan dari berbagai negara itu,’’ tambahnya.
Namun, kata Jadjurie, banyaknya masjid itu ternyata membawa masalah baru dalam syiar agama (Islam) di Filipina. Sebab, masjid-masjid tersebut ternyata membawa paham dari negara yang membantu. Selain Sunni, di Filipina berkembang paham Syiah dan Wahabi.
’’Tetapi, kami menyikapinya secara moderat. Tanpa perlu mem-bid’ah-kan atau apalagi mengafirkan kelompok lain. Kami memilih jalan tengah dalam berdakwah sehingga bisa diterima semua pihak,’’ jelasnya panjang lebar.
Sebaliknya, sejak zaman Corry Aquino, perkembangan syiar Islam dan agenda perjanjian damai bangsa Moro dengan pemerintah mengalami kemunduran. Salah satu tandanya, kata Jadjurie, masjid di dalam istana yang dibangun pada zaman Marcos telah dialihfungsikan, bukan lagi sebagai tempat ibadah. Hal itu dilanjutkan presiden-presiden berikutnya sampai sekarang.