Konsisten Tutup Kampus Ilegal

[tie_list type=”minus”]APK Pendidikan Tinggi Hanya 30 Persen[/tie_list]

JAKARTA – Ada dugaan, modus untuk mendapatkan ijazah abal-abal dengan cara memasukkan mahasiswa ’’gelap’’ saat wisuda, padahal tidak pernah ikut kuliah. Mereka biasanya dibuat seolah-olah sebagai mahasiswa transfer dari kampus lain.

Jawa Pos pernah mengikuti inspeksi wisuda PTS yang dilakukan penyidik pegawai negeri sipil Ditjen Dikti ke Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta.

Awalnya, inspeksi itu bertujuan mengecek wisuda yang diadakan STIE Adhy Niaga Bekasi, yang diduga kuat menjual ijazah palsu. Tetapi, tiba-tiba wisuda yang sedianya digelar di Gedung Pewayangan TMII Rabu lalu (27/5) itu dibatalkan. Tak seorang pun mahasiswa yang akan diwisuda datang ke TMII.

Direktur Kelembagaan dan Kerja Sama Ditjen Dikti Hermawan Kresno Dipojono menuturkan, tidak benar jika kampus-kampus (PTN maupun PTS) yang menerbitkan ijazah palsu dan aspal dibiarkan beroperasi. ”Selama saya menjabat, banyak kampus yang saya cabut izinnya,” katanya.

Hermawan menyatakan, pemerintah akan konsisten menekan kejahatan akademik itu. Sebab, masyarakat bisa menjadi korban dan ujung-ujungnya menyalahkan pemerintah karena tidak melakukan upaya perlindungan.

Dia juga sudah memampang daftar kampus yang berstatus nonaktif. Diharapkan, masyarakat tidak memilih kampus berstatus nonaktif daripada menanggung risiko legalitas ijazah.

Namun, dia menuturkan, pemerintah tidak bisa main tutup begitu saja. Jika memang kampus yang bersangkutan harus ditutup, skemanya berjenjang. Yakni, izin prodi tertentu yang melakukan kesalahan atau menerbitkan ijazah palsu dicabut. Jika ternyata kasus ijazah palsu terjadi di banyak prodi, yang dicabut adalah izin operasional kampus sekaligus.

Menurut Hermawan, upaya utama untuk menangani kampus resmi yang nakal adalah pembinaan. ”Jika tidak bisa dibina, ya ditutup,” tegas dia. Sebab, bagaimanapun, PTS merupakan aset bangsa. PTS ikut membantu negara dalam menyediakan akses bagi masyarakat untuk mengenyam pendidikan tinggi.

Dengan bantuan PTS saja, angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi masih sekitar 30 persen. Artinya, hanya ada 30 persen kalangan usia kuliah yang masuk ke perguruan tinggi. Jika PTS-PTS asal dihabisi tanpa pembinaan, APK pendidikan tinggi itu dikhawatirkan turun lagi. (wan/mia/far/ang/vil)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan