Demi Naik Jabatan, Butuh Ijazah Palsu

JAKARTA – Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir menduga ada tiga alasan yang menjadi penyebab maraknya peredaran ijazah palsu. Yaitu kebutuhan mencari pekerjaan, demi kenaikan jabatan dan sekadar untuk gagah-gagahan.

Menristek-Antisipasi-Ijazah-Palsu - bandung ekspres
ISTIMEWAPANTAU: Menristekdikti M.Nasir melakukan inspeksi mendadak ke beberapa perguruan tinggi. Dalam
sidak itu, Nasir menemukan universitas yang mengeluarkan ijazah tidak sesuai dengan prosedur

’’Misalkan calon anggota legislatif, kalau ijazahnya cuma SMA mungkin penilaian dari masyarakat kurang. Tapi kalau sarjana atau di atasnya, masyarakat akan menilai kualitasnya jauh lebih baik,” ujar Nasir kepada JPNN, Kamis (28/5).

Karena itu demi menjamin mutu dunia pendidikan, Nasir pun melakukan sejumlah langkah. Antara lain, memeriksa izin perguruan-perguruan tinggi. Selain itu pihaknya juga meminta kementerian/lembaga untuk memeriksa keabsahan ijazah aparatur di lembaganya masing-masing.

’’Kemenpan sudah menginstruksikan memeriksa kembali keabsahan ijazah para aparatur. Termasuk imbauan ke pemda-pemda. Kami sudah menyampaikan ke Kemenpan untuk memberitahu ke daerah-daerah,” ujar Nasir.

Menurut Nasir, langkah-langkah taktis itu dilakukan bukan hanya untuk menjamin mutu pendidikan, tapi juga untuk meningkatkan sumberdaya manusia. Selain itu juga untuk menjamin aparatur pemerintahan yang ada agar benar-benar memenuhi kualifikasi.

’’Kalau misalnya ijazah S2 yang bersangkutan palsu, sangat bahaya. Itu bisa kena pasal pidana penipuan. Berarti merugikan uang negara. Semestinya dia tidak berhak. Nah, kalau benar-benar ada unsur pidana, kami laporkan ke kepolisian,” sahutnya.

Nasir berharap lewat langkah-langkah penertiban yang dilakukan, dunia pendidikan di Indonesia akan lebih baik. Karena pada intinya pendidikan sangat penting untuk meningkatkan sumberdaya manusia. Menghadapi era globalisasi.

’’Yang penting dunia pendidikan itu jujur, jangan curang. Jika curang, nantinya daya saing lulusan perguruan tinggi di Indonesia semakin rendah,” ujar Nasir. (gir/vil)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan