BANDUNG WETAN – Sidang lanjutan perkara penipuan dan penggelapan terhadap para mitra Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada yang melibatkan bos Cipaganti Grup Andianto Setiabudi, kembali digelar di Pengadilan Negeri Bandung, kemarin (16/4).
Dalam sidang yang dipimpin Kasianus Telaumbanua ini, saksi mantan sales marketing menyampaikan keterangan soal proses perekrutan mitra hingga kondisi koperasi pasca pengurusnya dilaporkan dan menjadi terdakwa.
Dalam keterangannya, saksi menyebut jika bidang usaha yang dijalankan KCKGP masih berjalan. ’’Setelah proses PKPU, koperasi memang dibekukan. Tapi, usaha koperasi masih ada yang berjalan sampai saat ini. Seperti SPBU di Pasirkoja, hotel di Legian Bali dan Pengandaran, properti di Cipamokolan dan transportasi,” tuturnya.
Saksi juga mengatakan, jenis usaha itu menjadi yang ditawarkan kepada mitra melalui brosur-brosur yang dibuat. ’’Apakah saudara tahu betul usah-usaha dalam brosur itu benar-benar ada?” tanya hakim. ’’Saya tidak tahu pasti, terutama soal hotel di Legian Bali dan pertambangan di Kalimantan. Yang jelas transportasi dan di luar tambang, kami tahu,” sahut saksi. Setelah mendengar keterangan para saksi, majelis hakim menunda persidangan hingga Kamis (23/4) mendatang.
Seperti diberitakan, Andianto bersama Djulia Sri Redjeki serta Yulinda Tjendrawati Setiawan ditangkap Polda Jabar karena diduga melakukan penggelapan dana para mitra koperasi. Lalu, Wakil Direktur Utama PT Cipaganti Cipta Graha Cece Kadarisman menyusul diringkus polisi dalam kasus sama.
Modus yang dilakukan keempatnya adalah menjanjikan sistem bagi hasil 1,6-1,95 persen per bulan tergantung tenor. Dengan kesepakatan bahwa dana itu dikelola koperasi untuk kegiatan perumahan, SPBU, transportasi, perhotelan, alat berat, dan tambang.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, dana mitra itu disuntikkan kepada perusahaan Andianto, yakni PT CCG Rp 200 miliar, PT CGT Rp 500 miliar, dan PT CGP Rp 885 juta. Dengan kesepakatan bagi hasil adalah 1,5-1,75 persen. Namun, faktanya, sejak Maret 2014, koperasi gagal bayar dan tidak berjalan. Sedangkan uang mitra tidak jelas penggunaannya dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Andianto, Djulia, Yulinda, dan Cece dijerat dengan Pasal 46 ayat (1) jo. Pasal 46 ayat (2) UU No 10/1998 tentang Perubahan Atas UU No 7/1992 tentang Perbankan jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. Untuk dakwaan kedua, mereka dijerat dengan Pasal 374 jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP. (vil/rie)