Harga Premium Kemahalan

Pakai Rumus Kuno, Penghapusan RON 88 Mendesak

[dropcap] J[/dropcap]AKARTA – Tim Reformasi Tata Kelola Migas (RTKM) menyebut banyak cela dalam penentuan harga bahan bakar minyak (BBM). Dari data yang dimiliki, pemerintah ternyata belum punya rumus yang baku untuk penentuan tarif Premium. Keanehan harga itu, bakal terus berulang sampai bensin RON 88 dihapus.

Ketua Tim RTKM Faisal Basri kemarin mengatakan, pemerintah masih mencari pola keseimbangan baru. Tiap bulannya, terutama ketika ada momentum menaikkan atau menurunkan bensin, rumus hitungan berubah. Seperti sebelum Januari 2015, menggunakan alpha Rp 728 per liter atau 3,23 persen dari MoPS (Mean of Platts Singapore).

Lantaran tidak ada klasifikasi RON 88, pemerintah menggunakan acuan MoPS RON 92 ditambah Rp 484. Begitu juga saat menurunkan Premium pada 1 Januari, dari Rp 8.500 menjadi Rp 7.600 rumusnya berubah lagi. Menggunakan Harga Indeks Pasar (HIP) ditambah Rp 672, sehingga totalnya menjadi Rp 891 per liter.

’’Hitungan berubah lagi pada 19 Januari, saat menurunkan harga BBM lagi, formula yang digunakan 3,92 persen dikalikan HIP ditambah Rp 1.022,’’ jelasnya. Hitungannya sangat rumit, tidak mudah dicerna oleh masyarakat. Akibatnya, tiap orang punya versi harga keekonomian Premium sendiri.

Perubahan-perubahan itu akhirnya terasa janggal pada April ini. Disparitas harga Premium yang kini dijual Rp 7.400 per liter tidak jauh beda dengan Pertamax. Seperti diketahui, produk RON 92 dibanderol Rp 8.600 per liter. Berarti, ada selisih Rp 1.200.

Perbedaan makin dekat kalau pemerintah mengabulkan permintaan PT Pertamina (Persero) untuk menaikkan harga Premium jadi Rp 8.200. Pemerintah, tegasnya, harus segera menentukan rumus yang tepat supaya jarak dengan Pertamax terjaga. ’’Sekarang, Premium yang kemahalan, atau Pertamax terlalu murah?,’’ tanya dia.

Namun, untuk saat ini Tim RTKM menganggap harga Premium yang kemahalan karena rumusnya kuno. Kondisi itu diperburuk dengan banyaknya pejabat negara yang berkomentar sendiri-sendiri atas pembentuk harga BBM. Menurutnya, itu tidak etis karena pesan pemerintah bisa tidak terkirim dengan baik.

’’Perlu versi (rumus) yang baku. Supaya nggak seenak udel untuk bicara,’’ keluhnya. Nah, solusi Tim RTKM untuk segera menghapus Premium menurutnya perlu segera dilaksanakan. Terlalu lama kalau menunggu dua tahun seperti yang ditetapkan oleh pemerintah.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan