Cukai Naik, Indonesia Banjir Rokok Ilegal

JAKARTA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin), punya pandangan lain terhadap target cukai rokok yang termaktub dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanjara Negara (RAPBNP) 2015 sebesari Rp 141,7 triliun. Jumlah target itu cukup fantastis, karena naik menjadi 27 persen dari penerimaan cukai rokok sebesar Rp 112 triliun tahun 2014.

Cukai Naik - bandung ekspres
GERAK CEPAT: Petugas bea cukai dan bandara menunjukkan barang sitaan berupa sejumlah merk rokok illegal yang hendak masuk ke Indonesia.

Direktur Minuman dan Tembakau Direktorat Jenderal Agro Kemenperin Faiz Ahmad mengatakan, dengan kenaikan ini dia khawatir mengakibatkan industri rokok nasional akan tutup. Alasannya, kenaikan cukai yang harus dibayar terbebani karena perusahaan rokok juga harus membayar retribusi daerah.

’’Kenaikan cukai rokok dipastikan memukul produsen rokok, karena mereka juga terkena pajak daerah serta retribusi daerah (PDRD) maupun Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Selama ini, banyak kebijakan pemerintah yang merugikan industri rokok nasional,’’ kata Faiz di Jakarta Selasa (10/2).

Dengan banyaknya perusahaan rokok, tentu berimbas pada produksi yang menurun. Untuk menghadapi kebutuhan, Indonesia bakal kebanjiran rokok illegal, baik itu dari penyelundupan maupun rokok illegal buatan dari dalam negeri. ’’Jika kenaikan cukai terlalu tinggi, peredaran rokok ilegal makin besar dan ini tentu merugikan pengusaha dan pemerintah juga,’’ tegasnya.

Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Ismanu Soemiran pun, sudah angkat bicara tentang dampak tingginya kenaikkan cukai. ’’Pada tahun 2014, dengan kenaikan cukai kurang dari 12 persen, telah terjadi PHK 10 ribu buruh rokok kretek, hampir semua perempuan,’’ ujar Ismanu.

Ismanu menyesalkan keputusan kenaikkan tarif cukai itu, karena sama sekali tidak melibatkan industri. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai maupun melalui Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan dinilai enggan mendengarkan suara industri.

Dia mengingatkan, jika ini dipaksakan berpotensi melanggar Undang-undang Cukai Nomor 39/2009. ’’Dalam UU Cukai disebutkan syarat harus melihat situasi industri dan mendengar aspirasi dunia usaha,’’ ungkap Ismanu.

Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng, juga meminta Menteri Perindustrian dan Kementerian Tenaga Kerja untuk campur tangan mencegah rencana ini. Daeng menjelaskan, akibat kenaikan target cukai sebesar 27 persen dari realisasi 2014 sebesar Rp 112 triliun, pabrik skala kecil menengah akan menjadi korban pertama. (awa/jpnn/far)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan