Profauna Soroti Penjualan Primata

BANDUNG WETAN – Keakraban seekor monyet bersama seorang pria meramaikan Jalan Merdeka kemarin (29/1) pagi. Sang monyet menggelayuti si pria dengan pakaian putih yang dipakainya. Si pria seolah tak mau melepaskan kedekatannya dengan sang monyet.

Tak lama, sang monyet mulai kehilangan tenaga. Tangannya tak mampu lagi merengkuh si pria. Akhirnya, sang monyet benar-benar meninggalkan si pria dalam kesedihan.

Itu bukan kisah nyata tetapi aksi teatrikal yang ditampilkan oleh seorang pantomim kawakan Wanggi Hoediyatno bersama Komunitas Gerbong Bawah Tanah. Termasuk, Rahmat Jabaril yang memperlihatkan aksi melukis seekor orang utan. Ada juga aktivis Protection of Forest& Fauna (Profauna) yang membawa berbagai banner bertuliskan ”Selamatkan Primata”.

Menurut Wanggi, aksi teatrikal yang dilakukannya menceritakan tentang semakin banyak primata yang punah. Selain habitatnya juga yang semakin berkurang. ”Apalagi perdagangan primata yang masih banyak,” kata Wanggi di Taman Balai Kota Bandung.

Kegiatan ini merupakan rangkaian peringatan Hari Primata yang jatuh setiap tanggal 30 Januari. Para aktivis melakukan aksi sebagai bentuk keprihatinan terhadap perdagangan primata. Tidak hanya di Jawa Barat, kegiatan yang sama serempak dilaksanakan di seluruh Indonesia.

Advisory Board Profauna Indonesia Herlina Agustin mengatakan, perdagangan primata masih banyak terjadi di Indonesia, termasuk di Jawa Barat. Namun, sekarang perdagangan primata itu tidak dilakukan secara terang-terangan. ”Mereka takut kalau terang-terangan, tapi masih ada,” kata Herlina di depan BIP.

Pemilihan BIP sebagai lokasi aksi merupakan simbol protes terhadap perdagangan hewan langka yang ada di sana. Sebab, dulu juga ada primata yang dijual di situ. ”Dulu ada yang jual kukang di sini, tapi sekarang sudah nggak ada,” ujar dia.

Menurut Herlina, perdagangan primata masih banyak dilakukan secara online. Biasanya dengan menggunakan grup atau akun palsu. ”Bahkan, sampai malam tadi transaksi masih terjadi,” ungkapnya.

Sejauh ini, upaya-upaya pencegahan sudah dilakukan oleh Profauna Jawa Barat. Laporan kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan kepolisian. Termasuk, berbagai surat ajuan kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung.

Namun, Herlina mengaku, Pemkot belum pernah mengundang audiensi sekalipun. Sehingga, aksinya berlanjut untuk mengajukan petisi kepada Pemkot. ”Sekarang kita datangi, mau diterima atau tidak,” tuturnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan