JAKARTA – Kasus dugaan penyalahgunaan narkotika oleh pilot AirAsia berinisial FI, menjadi hikmah bagi Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Meski dugaan tersebut tak terbukti, kementerian yang dipimpin Ignasius Jonan itu akhirnya mengeluarkan regulasi untuk memastikan kondisi pilot sebelum penerbangan.
Dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 8 tahun 2015, pemerintah mewajibkan pemeriksaan kadar alkohol dan tekanan darah, serta adanya satu dokter penerbangan pada setiap maskapai. Kasubag Humas Badan Narkotika Nasional (BNN) Sumirat Dwiyanto mengatakan, pemeriksaan kompresihensif terhadap FI ternyata menghasilkan kesimpulan bahwa sang pilot tak menyalahgunakan narkoba. Setelah terkena random check di Bali pada 1 Januari 2015, FI telah melalui pemeriksaaan urin lanjutan, rambut, dan darah di Balai Kesehatan Penerbangan.
’’Yang harus disadari, tes urine itu tak bisa langsung disimpulkan. Harus menunggu beberapa hari. Morfin misalnya, banyak zat-zat yang menjadi turunan dari bahan ini. Termasuk obat-obat resep dokter. Jadi, meskipun tes kualitatifnya positif, harus dilakukan dulu test kuantitatif untuk menyimpulkan apakah pilot ini menyalahgunakan narkotika,’’ ujarnya dalam konferensi pers di kantor BNN, Jakarta kemarin (26/1).
Pada hasil tes yang didapatkan 9 Januari 2015, FI dinyatakan tak mengonsumsi narkotika secara reguler. Kesimpulan tersebut juga diperkuat bukti dari rumah sakit bahwa kapten pilot itu telah menerima perawatan pada periode 26-29 Desember 2014 karena tifus. ’’Karena itu, kami harap semua kesalahpahaman ini bisa selesai,’’ tegasnya.
Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan Julius Adravida Barata mengatakan, kasus ini memang diakui merupakan aksi yang terlalu terburu-buru dari pemerintah. Namun, dia mendapat satu lagi celah yang perlu diperbaiki. Yakni, belum baiknya sistem dan prosedur kesehatan dan kebugaran pilot di Indonesia.
’’Kami harap ke depan tidak akan terulang kembali kejadian terburu-buru ini. Tapi, kasus ini juga menjadi pembelajaran bagi kami. Bahwa ternyata beberapa pilot di Indonesia tak melalui prosedur yang ada. Seharusnya, pilot yang baru sakit atau menerima perawatan rumah sakit lapor ke Balai Kesehatan Penerbangan. Dari sanalah baru diambil kesimpulan apakah mereka layak mengoperasikan pesawat,’’ terangnya.