Soal Unas Lebih Sulit

Butuh Derajat Pemikiran Ekstra

JAKARTA – Siswa tingkat akhir calon peserta Ujian Nasional (Unas) 2015 harus belajar intensif sejak dini. Pasalnya, Kementerian Kebudayaan, Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemenbudik-Dasmen) tetap mempertahankan keberadaan soal ujian kategori sulit.

Ujian Nasional 2015
BERDISKUSI: Sejumlah siswa SMA melakukan sesi diskusi di kelas dalam mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMAN 26, Jalan Sukaluyu, Kota Bandung. Tahun ini, soal ujian nasional dinyatakan akan lebih sulit. Karena berkategori high order thinking.

Kepala Pusat Penilaian Pendidikan (Kapuspendik) Kemenbudik-Dasmen Nizam menyebutkan, soal kategori sulit itu sebagai soal high order thinking. Atau soal-soal yang membutuhkan derajat pemikiran ekstra. Nizam menyebutkan, jumlah butir soal kategori sulit itu bervariasi. ’’Sekitar 5-10 persen di setiap mapel (mata pelajaran, red) yang diujikan,’’ paparnya kemarin.

Meskipun masuk kategori butir soal sulit, Nizam menjamin masih relevan dengan kisi-kisi ujian yang sudah dipublikasikan pemerintah. Selama siswa mempelajari kisi-kisi dengan baik, guru besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta itu optimis siswa bisa memecahkan soal ujian.

’’Soal higher order thinking itu hasil analisi kami. Bukan mencomot dari soal ujian luar negeri,’’ tegasnya.

Pengalaman unas tahun lalu, yang juga ada soal super sulitnya, banyak siswa yang mampu menjawab dengan benar. Soal ujian super sulit itu dibuat Kemenbudik-Dasmen berdasarkan standar Programme for International Student Assessment (PISA). Meskipun begitu Kemenbudik-Dasmen tidak menutup mata ada siswa lain yang mengaku sulit mengerjakannya.

Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Rohmat Wahab meminta Kemenendikbud berhati-hati dalam membuat soal unas. ’’Jangan hanya untuk mengejar peringkat internasional (PISA, red) lalu memasukkan butir soal negara lain ke dalam unas. Itu tidak boleh,’’ katanya.

Guru besar ilmu pendidikan itu mengatakan, unas tidak boleh memakai soal ujian yang sama sekali belum pernah diajarkan atau bahkan keluar dari kurikulum nasional. Jika panitia unas memaksakan memasukkan soal berstandar internasional demi mengejat pengakuan asing, maka ujiannya tidak valid. (wan/kim/tam)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan