BOGOR – Sebagian masyarakat Kabupaten Bogor kemarin menggelar pesta demokrasi. Sedikitnya 22 desa di 19 kecamatan melaksanakan pemilihan langsung kepala desa (Pilkades). Ini merupakan Pilkades pertama di Indonesia yang pelaksanaannya mengacu pada Undang-Undang nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Sebelumnya pelaksanaan Pilkades merujuk pada UU nomor 32 tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah. Meskipun kini mengacu pada UU Undang yang baru, secara umum tidak ada perbedaan yang signifikan dalam perhelatan pesta demokrasi level desa kemarin.
Hal itu dikarenakan Pemkab Bogor belum memiliki aturan tentang pelaksanaan pemerintahan Desa. ”Kita masih gunakan Perda Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Desa,” ujar, Kepala Bidang Pemerintahan Desa, pada Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMD) Kabupaten Bogor, Asep Santana, kepada Radar Bogor.
Yang menjadi persoalan dalam Perda tersebut adalah ketentuan jumlah kuorom minimal partisipasi sebesar 2/3 dari hak pilih. Menurut Asep, ketentuan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam berdemokrasi ini, justru menjadi beban bagi beberapa daerah di desa wilayah perkotaan.
”Pernah kita selesai sampai jam 3 pagi karena menunggu kuorom,” katanya.
Asep mengatakan, ketentuan 2/3 suara ini rencananya akan dihapus pada revisi Perda Tentang Desa yang akan diajukan ke DPRD Kabupaten Bogor.
Selain soal hak pilih, biaya pilkades yang mahal masih menjadi persoalan. Bandrol untuk ikut serta dalam pesta demokrasi ini jumlahnya fantastis. Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Bogor yang juga mantan Kepala Desa Lumpang Kecamatan Parungpanjang, Ucup Priatna membeberkan, biaya untuk menjadi calon kepala desa saat ini paling murah Rp300 juta sampai Rp2 miliar. ”Bahkan ada yang lebih,” ujarnya kepada Radar Bogor (grup Bandung Ekspres), kemarin. (rdb/fik)