Pembubaran Organisasi FPI Tanpa Peradilan Yang Mandiri, Berimbang dan Terbuka Adalah Perwujudan Otoriterisme

JAKARTA- Guru besar School of Culture, History and Language, Universitas The Australian National – Australia, Profesor Ariel Heryanto ikut mengomentari pembubaran organisasi massa (ormas) dalam hal ini Front Pembela Islam (FPI) oleh pemerintah tanpa proses pengadilan.

Ariel Heryanto menilai ada persamaan rezim Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan rezim Orde Baru (Orba).

Zaman Orba, rezim menutup kebebasan pers tanpa proses pengadilan. Begitu juga saat ini rezim membubarkan ormas tanpa pengadilan.

“Orde Baru menutup penerbitan pers tanpa proses pengadilan. Kini Orde Baik bisa membubarkan ormas mana pun tanpa proses pengadilan,” kata Ariel Heryanto dikutip twitternya, Senin (4/1). Seperti yang dilansir Fin.co.id (Grup Jabarekspress.com) Senin, (4/1).

Ariel menanyakan penegakan hukum yang berimbang dan terbuka. “Ini bukan soal apakah korbannya itu bajingan atau pahlawan. Soalnya apakah hukum dan peradilan yang mandiri, berimbang dan terbuka masih dihormati?” sambungnya.

Ariel Heryanto mengatakan, dalam dua massa pemerintah yang berbeda itu, yakni Orba dan rezim Jokowi saat ini, hanya butuh secarik kertas untuk memutuskan pembubaran organisasi.

“Dalam kedua masa yang berbeda yang dibutuhkan hanya secarik kertas dengan tanda tangan pejabat eksekutif. Bedanya, kini ada yang masih nanya: “otoriternya di mana?” katanya.

Di cuitan lain, Ariel mengemukakan soal keganjilan proses hukum terhadap FPI. Dia menilai, yang paling ganjil dari ribut soal FPI, bukan ada dugaan pelanggaran hukum, tetapi tidak diadili.

Namun, ada pihak yang paling bersemangat membebaskan tersangka dari ancaman hukuman pidana adalah mereka yang ngaku paling benci atau dirugikan perilaku tersangka.

“Pihak yang berharap ada proses pengadilan untuk kasus ini, malahan di-bully,” katanya.

Prof Ariel mengatakan, tuntutan pembubaran FPI sudah bertahun disuarakan. Dirinya  memaklumi mengapa tuntutan itu ada. Tapi dia tidak yakin pembubaran bukan cara terbaik.

“Tapi sejak awal saya tidak yakin itu cara terbaik mengatasi masalah besar yang mengganggu,” katanya.

Lebih lanjut Pof Ariel menilai, negara otoriter memang mengerikan. Tapi menurutnya, yang lebih mengerikan adalah masyarakat pencinta penguasa otoriter yang bersorak-sorai memuja keganasan otoriterisme itu. (Fin.co.id).

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan