Tarif Rapid Tes Mandiri Dibandrol Rp 400 Ribu

NGAMPRAH – Pelaksanaan rapid test di masa pandemi Corona Virus Disease atau Covid-19 disarankan dilakukan oleh pemerintah atau instansi resmi untuk menghindari ajang bisnis mencari keuntungan.

Salah seorang karyawan swasta Fitri Rosmayanti (32) mengaku, rapid test saat ini menjadi prosedur yang dilakukan untuk mengetahui apakah seseorang reaktif atau tidak Covid-19.

Saat ini rapid test bisa dilakukan oleh lembaga mana saja termasuk kalangan swasta, dengan biaya dibebankan kepada yang bersangkutan. Padahal di awal kemunculan Covid-19 pelaksanaannya dilakukan oleh pemerintah melalui dinas kesehatan ataupun di rumah sakit pemerintah.

“Rapid test dilakukan oleh pemerintah dengan biaya yang ditanggung pemerintah juga. Kalau dibebankan ke masyarakat kasihan, apalagi kondisi ekonomi juga sedang tidak bagus,” ungkapnya, Rabu (24/6).

Wanita yang bekerja di bidang farmasi ini menyebutkan, dirinya pernah mengikuti rapid test beberapa waktu lalu di perusahaannya. Saat itu biaya ditanggung oleh pihak perusahaan, karena perusahaan ingin memastikan kesehatan dan tidak ada karyawannya yang terpapar Covid-19.

“Saya tanya waktu itu kalau bayar sendiri Rp 400 ribu. Jika harus bayar, keberatan juga karena lumayan mahal, tapi untungnya ditanggung perusahaan,” terangnya.

Bupati Bandung Barat, Aa Umbara Sutisna menegaskan, jika sampai sekarang di wilayah Kabupaten Bandung Barat (KBB) pemerintah daerah masih secara masif melakukan rapid test dan sudah dilakukan kepada 3.177 orang.

“Di KBB rapid test masih dilakukan di sejumlah tempat dan semuanya gratis karena biaya ditanggung oleh anggaran pemerintah. Kalau rapid test dibebankan ke masyarakat kasihan pasti akan jadi beban biaya mereka,” ucapnya.

Menurutnya, yang memungkinkan adalah rapid test dilakukan kepada karyawan yang bekerja di tempat-tempat tersebut. Selain untuk memastikan kesehatan, perusahaan juga berkepentingan guna mengetahui bahwa tempat mereka steril dari Covid-19.

Namun tetap pelaksanaannya harus ditanggung oleh perusahaan jangan biayanya dibebankan ke karyawan. Sebab bisa saja karyawan di tempat wisata terpapar karena setiap hari ada interaksi dengan pengunjung.

“Saya rasa kalau rapid test dibebankan ke warga pasti banyak yang keberatan. Biayanya kan berkisar Rp 300 ribu sampai Rp 500 ribu, itu angka yang lumayan mahal di tengah kondisi ekonomi yang belum pulih betul akibat pandemi,” pungkasnya. (mg6/yan)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan