Survei Alvara: Pendapatan Masyarakat Menurun Namun Pengeluaran Tetap, Masyarakat Butuh Bantuan Sosal

JAKARTA – Pandemi corona (COVID-19) berdampak serius terhadap kondisi perekonomian masyarakat. Hasil survei yang dilakukan Alvara Research Center menunjukkan kondisi perekonomian masyarakat tertekan. Hal ini bisa dilihat dari perubahan alokasi pengeluaran.

Pada 2020 ini, alokasi pengeluaran kebutuhan sehari-hari turun signifikan dari sebelumnya 49,8% pada 2019 lalu, kini tinggal 38,1%. Sementara pengeluaran untuk kebutuhan internet justru naik signifikan dari 6,1% menjadi 8,1%.

“Pengeluaran kebutuhan dasar sehari-hari turun drastis, larinya ke cicilan. Pendapatan kita turun, sementara untuk kebutuhan tetap seperti cicilan tidak bisa berkurang,” ujar CEO Alvara Research Center Hasanuddin Ali dalam paparan hasil survei bertajuk Respon Publik Atas Covid-19 secara virtual, Minggu (12/7/2020).

Menurut Hasan, ketika tekanan ekonomi cukup akibat pendapatan turun, tapi pengeluaran tetap seperti cicilan tidak bisa dikurangi maka belanja kebutuhan dasar terpaksa mau tidak mau otomatis akan tertekan. “Nah ini sebetulnya publik membutuhkan intensif luar biasa dari pemerintah berupa bantuan sosial (bansos),” katanya.

Dalam survei tersebut juga dipaparkan jenis kebutuhan yang diinginkan masyarakat. Pertama paling diinginkan adalah bantuan tunai sebesar 65,6%, disusul bantuan sembako 58,9%, subsidi listrik 900 watt 28,7%, program kemandirian pangan 28,1%, Kartu Pra Kerja 22,8%, subsidi listrik 450 watt 22,1%, dan 4,6% tidak menjawab.

“Pemerintah dengan instrumen yang dipunyai baik oleh Kemensos, Kemendes punya tanggung jawab memberikan bantuan tunai, bantuan sembako dan lainnya.

Perannya sangat dinantikan masyarakat. BLT Kemensos, Kemendes, bantuan sembako menjadi kebutuhan yang paling diinginkan masyarakat karena tekanan ekonomi sangat dalam,” katanya.

Dikatakan Hasan, tingkat optimisme publik terhadap kondisi ekonomi Indonesia juga turun, hanya berada di angka di atas 50%, tepatnya 63,5%. Kondisi ini turun dibanding survei pada Oktober 2019 lalu yang berada di angka 71,0%.

“Angka ini tidak membuat kita happy karena sebelumnya survei terhadap optimisme publik selalu di atas 70% bahkan pernah 80%. Ini perlu dijaga agar tingkat optimisme ini tidak turun. Tingkat optimisme itu semakin tinggi semakin baik karena di situ roda ekonomi akan bergerak. Ini menjadi catatan kita masih di atas 50%, tapi di bawah tingkat optimisme di tahun-tahun sebelumnya,” katanya.

Hasan mengatakan bahwa sejak terjadi pandemi Covid-19 di Indonesia awal Maret 2020 lalu, Alvara rutin melakukan riset untuk melihat pandangan masyarakat terkait Covid-19 dan dampaknya yang dirasakan secara riil oleh masyarakat. Survei ini dilakukan pada 22 Juni-1 Juli 2020 dengan melibatkan 1.225 responden.

Tinggalkan Balasan