SBSI Cimahi Nilai Pemerintahan Jokowi Tak Pro Buruh

CIMAHI – Para buruh di Kota Cimahi harus gigi jari. Sebab, Surat Edaran (SE) tentang upah minimum 2021 yang diterbitkan Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia (Kemenaker RI) menyampaikan kabar yang tak mengenakan.

Melalui keputusan tersebut tertuang dalam SE Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/11/HK.04/X/2020 yang diterbitkan pada 26 Oktober 2020, upah minimum tahun depan akan tetap sama seperti tahun 2020. Dengan keputusan tersebut, maka upah di Kota Cimahi tahun 2020 kemungkinan besar tetap apada angka Rp. 3.139.274,74.

Ketua DPC Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI) 92 Kota Cimahi, Asep Jamaludin mengatakan, keputusan tidak naiknya upah minimum tahun ini semakin memperlihatkan wajah pemerintahan era Presiden Joko Widodo yang tidak memihak kaum buruh. Padahal para buruh sangat ingin sekali upah tahun depan naik delapan persen.

”Tentunya hal itu semakin meyakinkan kami bahwa pemerintah jelas tidak ada keberpihakan terhadap kaum buruh atau pekerja,” kata Asep.

Dikatakannya, para buruh di Kota Cimahi mengancam akan melakukan aksi lanjutan apabila tidak ada sama sekali kenaikan upah tahun depan.

”Kami pastikan buruh akan melakukan aksi yang lebih besar lagi,” ucapnya.

Menurutnya, keputusan ini menjadi hadiah terpahit lanjutan setelah sebelumnya pemerintah bersama DPR RI membuat Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja. Produk hukum tersebut hingga kini masih mendapat tentangan dari para buruh. Mereka meminta pemerintah membatalkan Omnibus Law.

”Undang-undang Cipta Kerja aja masih masalah, sekarang memunculkan masalah baru,” tukasnya.

Sekretaris Dinas Tenaga Kerja Kota Cimahi, Uce Herdiana mengatakan, pihaknya sudah menerima surat edaran tersebut.

”Betul kita sudah terima surat edarannya. Isinya upah minimum tahun 2021 sama dengan upah minimum tahun 2020,” terangnya.

Dikatakannya, untuk langkah selanjutnya, pihaknya akan melakukan rapat pleno dengan Dewan Pengupahan Kota Cimahi dalam waktu dekat. Hasil pleno tersebut akan disampaikan kepada Wali Kota Cimahi, untuk kemudian diteruskan kepada Gubernur Jawa Barat.

”Walau sudah ada edaran tetap harus diplenokan. Sudah ada hasil pleno, diusulkan ke wali kota untuk diusulkan ke gubernur dan ditetapkan sebagai UMK (Upah Minimum Kota/Kabupaten),” terang Uce.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan